Please leave a comment

Wednesday, March 28, 2012

Pola Akuntabilitas


            Guillermo O’Donnel mengatakan bahwa pola akuntabilitas terbagi menjadi dua, yaitu akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horizontal. Menurut O’Donnel, Akuntabilitas vertikal terkait dengan tradisi demokrasi, dimana elit menunjukkan akuntabilitasnya kepada publik. Konsepsi tentang akuntabilitas vertikal sebenarnya lebih luas karena merujuk pada akuntabilitas bawahan dan atasan. Akuntabilitas vertikal terbagi menjadi dua, yaitu akuntabilitas bawahan, dimana agen memiliki status yang lebih rendah dari prinsipal dan akuntabilitas pengontrol elit atau atasan, dimana agen memiliki status yang lebih unggul dari prinsipal.
            Sedangkan akuntabilitas horizontal, masih menurut O’Donnel, adalah akuntabilitas antara prinsipal dan agen dimana keduanya memiliki kedudukan yang sejajar. Philippe Schimitter mendefinisikan Akuntabilitas horizontal sebagai “ keberadaan pelaku kolektif yang dibentuk secara permanen dan diakui pada berbagai tingkat kebijakan yang memiliki kemampuan sepadan untuk saling memantau perilaku dan untuk saling bereaksi terhadap inisiatif”. Jadi, setiap peran yang dimainkan aktor entah itu sebagai agen atau prinsipal berkedudukan sama dan sejajar. Jika didefinisikan menurut keberadaan lembaga negara, akuntabilitas horizontal adalah akuntabilitas antar tiap-tiap lembaga yang berwenang memeriksa perilaku lembaga lain.
            Dimensi vertikal akuntabilitas merujuk misalnya pada hubungan kekuasaan antara negara dengan warganya, sedangkan akuntabilitas horizontal merujuk pada pengawasan, pemeriksaan, dan perimbangan institusional di negara terkait. Hubungan diantara berbagai level pemerintahan nampaknya bersifat pemerintahan, namun juga bisa dipahami sebagai akuntabilitas horizontal karena setiap tingkat pemerintahan biasanya mencakup dimensi vertikal dan horizontal,  dimana propinsi memiliki gubernur dan lembaga legislatif, dan kota memiliki walikota dan dewan.
            Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat dikatakan  bahwa pola akuntabilitas terperinci menjadi tiga, yaitu:
1.      Akuntabilitas Vertikal Bawahan
Merujuk pada hubungan akuntabilitas yang memastikan bahwa agen yang berkedudukan lebih rendah daripada prinsipal dalam hierarki status melaksanakan kepentingan prinsipal. Akuntabilitas vertikal bawahan dimaknai sebagai pertanggungjawaban kepada otoritas yang lebih tinggi. Hal ini merupakan pola klasik dalam akuntabilitas.
Akuntabilitas vertikal bawahan dimaknai sebagai pertanggungjawaban dari otoritas yang lebih rendah kepada otoritas yang lebih tinggi kedudukannya dalam hierarki keorganisasian. Di samping itu, masalah ini merupakan masalah prinsipal-agen klasik dalam suatu organisasi, yaitu bagaimana mendelegasikan otoritas pada agen tanpa merubah fokus tujuan organisasi dengan srategi yang dipakai oleh pemimpin organisasi. Misalnya tentang bagaimana seorang panglima perang memberi kebebasan terhadap satuan-satuan dalam peperangan untuk berbuat sesuatu yang efektif untuk memperoleh kemenangan.
Dalam konteks pemerintahan, akuntabilitas bawahan dilakukan oleh, misalnya, para menteri terhadap presiden. Dimana para menteri bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan demi terwujudnya visi dan misi yang digagas oleh presiden.
Dalam kasus Akuntabilitas vertikal bawahan, mekanisme yang digunakan umumnya adalah mekanisme akuntabilitas hierarkis dimana atasan dapat memecat bawahan, membatasi tugas dan ruang lingkupnya, serta mengatur kompensasi finansial. Dengan kata lain, agen dapat dipecat atau otoritasnya dikurangi jika mereka gagal mencapai tujuan yang diinginkan prinsipal atau pemimpin organisasi.
2.      Akuntabilitas Vertikal Pengontrol Elit atau Atasan
Akuntabilitas ini merujuk pada kemampuan pihak yang berkudukan dalam posisi non-kepemimpinan untuk menuntut akuntabilitas pada pemimpin. Artinya pada pola ini, status agen adalah lebih tinggi dari prinsipal. Pola akuntabilitas ini sangat terkait dengan sitem demokrasi.
Akuntabilitas vertikal pengontrol atasan dimaknai sebagai pertanggungjawaban kepada otoritas yang sebenarnya mempunyai kedudukan tinggi namun terlihat berada di bawah, misalnya, pertanggungjawaban yang dipilih kepada rakyat yang memilih, akuntabilitas dari elite kepada masyarakat, pertanggungjawaban pemerintah pusat kepada parlemen.
Dalam praktik demokrasi di Indonesia, pertangungjawaban politik pemerintah (Presiden dan Kabinet) kepada rakyat dilakukan melalui dan oleh lembaga parlemen (DPR). Kontrol parlemen dalam upaya mewujudkan akuntabilitas tidak hanya bersandar pada bunyi konstitusi dan peraturan perundang-undangan, tetapi juga harus berpijak pada realitas bahwa dalam politik, saling dukung antara pemerintah dan parlemen merupakan hal yang umum agar stabilitas dan kelancaran pemerintahan dapat berlangsung dengan baik. Meski begitu, saling dukung itu bukan berarti saling bungkam sehingga fungsi kontrol (check and balances) tak berfungsi sama sekali, seperti yang terjadi di zaman Orde Baru yang me-mandulkan parlemen dan menjadikan mereka kaum yes-man[1] dan kaum rubber stamp[2].
3.      Akuntabilitas Horizontal
Yaitu hubungan akuntabilitas antara agen dan prinsipal dimana keduanya berkedudukan sejajar. Atau bisa juga dimaknai sebagai akuntabilitas yang merupakan bagian dari fungsi check and balances yang berada di dalam pemerintahan.
Akuntabilitas horizontal tergantung pada perbedaan kepentingan institusi, untuk memastikan persaingan yang sehat dan untuk mencegah hubungan yang tidak baik diantara organisasi-organisasi yang memiliki tingkat status sosial dan politik yang sama. Wujud dari akuntabilitas ini adalah hadirnya lembaga-lembaga yang melakukan penilaian & pengawasan terhadap kinerja pemerintah, seperti BPK dan KPK.
            Dari beberapa penjelasan pola-pola akuntabilitas di atas, dapa disimpulkan bahwa dalam mencapai suatu pemerintahan yang demokratis, ketiga pola akuntabilitas perlu diterapkan. Akuntabilitas vertikal bawahan perlu diterapkan oleh para menteri terhadap presiden agar tujuan bernegara dapat tercapai sesuai apa yang diinginkan presiden. Terlebih lagi akuntabilitas vertikal pengontrol elit dan akuntabilitas horizontal, dimana hal tersebut sangat diperlukan dalam sistem demokrasi. Seorang presiden, sebagai eksekutif, perlu dikontrol kinerjanya agar tidak keluar dari tujuan awal, rakyat mengawasi dan mengontrol kinerja presiden melalui Dewan Perwakilan Rakyat yang bertindak sebagai legislatif

DAFTAR PUSTAKA

AIPI. 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi, dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah. Jakarta: LIPI Press.
Al Barry, Dahlan. 1997. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.
BPKP. 2007. Akuntabilitas Instansi Pemerintahan (modul). Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP.
Jafar, Marwan. 2010. Akuntabilitas Demokrasi, (online), (http//bataviase.co.id/Artikel/ Akuntabilitas-demokrasi.html, diakses 02 Maret 2011).
Raba, Manggaukang. 2006. Akuntabilitas: Konsep dan Implementasi. Malang: UMM Press.


[1] Yes-man = pengangguk, selalu setuju.
[2] Rubber stamp = orang-orang yang menyetujui

0 comments

Post a Comment