Studi Kasus: Mineral Industri di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten
Mineral Industri adalah mineral-mineral non logam yang langsung digunakan secara utuh oleh berbagai industry tanpa terlebih dahulu dilakukan ekstraksi terhadap unsur-unsur logamnya seperti dilakukan terhadap mineral logam. Jenis Komoditi yang termasuk ke dalam mineral industry antara lain barit, batu apung, batu gamping, belerang, bentonit, diatomit, dolomite, feldspar, fosfat, gypsum, grafit, kalsium karbonat (alam dan buatan), kaolin, lempung, pasir kuarsa, talk, yodium, zeolit, dan zircon. Adanya kegiatan eksploitasi dan pengelolaan sumber daya mineral selalu dihadapkan pada dua kepentingan besar, yaitu usaha peningkatan produksi bahan galian mineral industry dan lingkungan. Pada satu sisi, eksploitasi bahan galian mineral industry merupakan satu hal yang tidak dapat dihindarkan untuk mencukupi kebutuhan komoditi mineral yang terus menerus meningkat. Pada sisi lain, kegiatan pertambangan dapat merusak lingkungan.
Bahan galian mineral industry di Indonesia tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan memiliki kualitas yang beragam, begitu juga keberadaan bahan galian mineral industry ini tersebar di daerah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Peranan mineral industry ini sangat penting bagi kelangsungan ekonomi di tiga propinsi tersebut. Mineral industry ini digunakan industry menengah besar sebagai bahan baku maupun sebagai bahan untuk proses industrinya.atau sebagai penunjang bagi sector industry manufaktur. Industri manufaktur memberikan kontribusi terbesar pada pendapatan domestic Regional Bruto (PDRB) di propinsi Jawa Barat dan Banten yaitu 44,3% (236,9 triliun) dan 49,9% (58,1 triliun) sedangkan di propinsi DKI Jakarta, sector industry manufaktur menempati urutan ke 3 dalam kontribusinya pada PDRB DKI Jakarta sebesar 17,3% (294,3 triliun). Hal ini sangat wajar jika DKI Jakarta menduduki peringkat ke 3 dikarenakan DKI Jakarta tidak memiliki potensi alam yang cukup berarti, akan tetapi DKI Jakarta mempunyai sarana fisik maupun administrasi yang paling baik untuk berkembangnya sector industry.
Di Propinsi Banten sector manufaktur merupakan penyumbang tertinggi terhadap PDRB sebesar Rp 28.98 Trilyun (49.9%). Provinsi DKI Jakarta yang tidak mempunyai potensi bahan galian mineral industry sebagai bahan baku utama maupun penunjang sangat bergantung dari wilayah/Negara lain dalam memenuhi kebutuhan akan bahan galian mineral industry. Sementara wilayah propinsi Banten dan Jawa Barat mempunyai beberapa potensi jenis bahan galian mineral industry.
Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa industry mineral ini dapat diandalkan untuk meingkatkat pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Pada periode 1997-2006 jumlah konsumsi mineral industry nasional melebihi jumlah produksi dari mineral itu sendiri. Dengan perkataan lain, kondisi mineral industry nasional periode itu mengalami kelebihan permintaan. Kondisi ini dapat dijadikan acuan untuk melihat kondisi mineral industry setelah periode tersebut. Tingginya tingkat permintaan terhadap bahan galian industry akan menyebabkan daerah yang tidak memiliki potensi bahan galian industry akan sangat bergantung dengan pasar luar negeri sehingga nilai impor akan melebihi nilai import dan hal ini mengindikasikan rentannya industry yang menggunakan bahan baku mineral industry tersebut.
Demi keamanan pasokan dan investasi bahan galian mineral industri makan pengumpulan data atau inventarisasi data sangat penting diperlukan. Disamping itu perbandingan antara ketercukupan antara system penyediaan dan pendistribusian dengan permintaan mineral industry dapat dilakukan dari regresi simultan dari model kesetimbangan. Model ini juga diharapkan dapat menghasilkan beberapa scenario proyek permintaan mineral industry secara geografis.
Untuk menganalisa keekonomian pada suatu kegiatan di suatu daerah maka digunakan suatu analisa keekonomian, disini akan dilakukan pendekatan input-output yang salah satu keunggulannya adalah diketahuinya dampak ekonomi dari sebuah sector atau kelompok pada satu wilayah. Analisa input-output akan dilakukan di wilayah kajian yaitu DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Hasil input-output 2000 dari rpopinsi Banten dan Jakarta menunjukkan bahwa kedua propinsi ini untuk sector penggalian tidak masuk dalam kategori sector unggulan, berorientasi forward maupun backward dikarenakan Jakarta tidak mempunyai potensi mineral industry sedangkan hasil input-output propinsi Banten meski mempunyai potensi bahan galian mineral industry tidak termasuk dalam 3 kategori diatas dikarenakan propinsi Banten baru dipisahkan dari propinsi Jawa Barat pada tahun 2000 sehingga nilai forward linkage nya masih dibawah 1. Sektor penggalian propinsi Jawa Barat termasuk berorientasi forward linkage, hal ini dikarenakan mineral industry dibutuhkan sebagai bahan baku utama maupun bahan penunjang sehingga nilai dari forward linkae nya mempunyai nilai dari 1 sedangkan nilai backward linkage nya kurang dari 1 dikarenakan dalam produksi bahan galian mineral industry tersebut tidak bergantung dari sector lainnya. Sektor yang menggunakan bahan galian mineral industry sebagai bahan baku utamamaupun penunjang akan mempunyai nilai backward linkage nya lebih besar 1, hal itu Berdasarkan data input-output, baik itu berorientasi forward maupun backward diketahui bahwa 3 propinsi yang telah dilakukan analisa input-output yaitu Banten, Jakarta, dan Jawa Barat merupakan daerah yang menggunakan sector-sektor pengguna mineral industry, keberadaan dan pertumbuhan dari sector-sektor tersebut sangat bergantung akan pasokan mineral industry dari dalam negeri maupun luar negeri (impor).
Potensi bahan galian industry yang tersebar di berbagai Daerah Indonesia haruslah di analisis tentang ketersedian mineral industri, dibuat suatu perencanaan yang matang dan buat suatu keputusan-keputusan, oleh karena itu digunakan salah satu model yang dinamakan System Informasi Geografis (SIG), aplikasinya berupa peta. Penyajiam data dengan system SIG ditunjukkan dalam rangka untuk mempermudah pihak-pihak terkait dalam pencarian informasi tentang mineral industry di Indonesia khusunya pada pekerjaan di wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Di ketiga wilayah itu sudah dilakukan penyelidikan dan analisa mengenai keterdapatan bahan galian industry dengan menggunakan SIG.
Dari hasil inventarisasi data dan proyek konsumsi mineral industry di wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat hingga tahun 2012, maka potensi mineral industry yang berada di tiga wilayah kajian hingga tahun 2012 adalah belerang, zeolite, batu gamping, fosfat, bentonite, batu apung, pasir kuarsa. Dari data diatas jelaslah bahwa kelanjutan sector industry yang menggunakan bahan mineral indsutri tersebut diatas akan aman dalam sisi pasokannya samapi dengan tahun 2012.
Begitu banyaknya masalah pertambangan yang sedang di hadapi sekarang ini, maka diperlukan suatu kebijakan di bidang mineral yang dapat mengatur semua hal tentang mineral industry khususnya, sehingga industry mineral industry ini dapat berkembang dan dapat dijadikan andalan di setiap daerah sebagai sector penting dalam memajukan perekonomian di daerah. Begitu juga Pemerintah Daerah yang harus mengembangkan potensi mineral industry. selain itu juga manfaat yang akan di dapatkan adalah terserapnya tenaga kerja di daerah tersebut dan dapat melakukan pemerataan pembangunan nasional.
0 comments
Post a Comment