Please leave a comment

Wednesday, March 28, 2012

REGIONALISASI EKONOMI KAWASAN ASIA TENGGARA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA


(Muhammad Hasyim Ibnu Abbas*)

Globalisasi dan Kemunculan Konsep Integrasi Ekonomi
            Perkembangan ekonomi dunia yang begitu pesat telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan mempertajam persaingan yang semakin rumitnya strategi pembangunan yang mengandalkan ekspor di satu pihak, hal ini merupakan tantangan dan kendala yang membatasi. Di pihak lain hal tersebut merupakan peluang baru yang dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan bagi negara yang sedang berkembang atau maju.
            Perkembangan perekonomian dunia yang pesat tersebut melahirkan istilah yang belakangan sangat populer yaitu Globalisasi.
            Gejala globalisasi terjadi dalam kegiatan finansial, produksi, investasi, dan perdagangan yang kemudian mempengaruhi tata hubungan ekonmi antar bangsa. Proses globalisasi telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antarnegara, bahkan menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia sehingga batas-batas antar negara dalam berbagai praktik dunia usaha/ bisnis seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi.
            Pada era liberalisasi dan globalisasi seperti sekarang ini, perdagangan internasional menjadi primadona yang berperan penting demi tecapainya target pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Berbicara tentang perdagangan internasional, tidak lepas dari wacana perdagangan bebas yang pada era millenium baru ini semakin santer terdengar. Perdagangan bebas sangat erat kaitannya dengan integrasi ekonomi. Perdagangan bebas adalah implikasi dari adanya integrasi ekonomi, dan sebaliknya kemunculan perdagangan bebas juga terjadi karena terciptanya integrasi ekonomi.
            Integrasi ekonomi dalam perdagangan dapat berbentuk Free Trade Area (FTA), Custom Union (CU), dan Common Market (CM). FTA adalah bentuk integrasi yang paling sederhana dimana para anggotanya menyepakati perdagangan bebas, yang diperdalam oleh CU dengan tarif eksternal bersama, dan yang lebih terintegrasi lagi adalah CM yang juga menyetujui perpindahan faktor-faktor produksi (alam, tenaga kerja, modal, pengusaha) secara bebas.
            Konsep integrasi ekonomi dalam globalisasi memunculkan fenomena baru  bernama regionalisasi, yaitu integrasi ekonomi antar negara-negara yang berada dalam satu wilayah region dimana bagi setiap negara yang berada dalam satu region, batas negara bukanlah hambatan yang berarti dalam menanggapi permintaan pasar. Salah satu bentuk integrasi ekonomi regional atau regionalisasi ekonomi adalah AFTA (ASEAN Free Trade Area).
            AFTA adalah sebuah wujud dari kerjasama negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, dalam menanggapi globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas. Dengan adanya AFTA, negara-negara di kawasan ASEAN dapat dengan mudah melakukan kegiatan perdagangan Internasional-nya tanpa ada hambatan yang berarti. Sebagaimana fungsi dari perdagangan internasional, yaitu sebagai kunci pertumbuhan nasional bagi setiap negara, AFTA terlahir atas dasar tujuan akhir peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
            Namun demikian, juga diperlukan kesiapan yang matang dalam menghadapi suatu integrasi ekonomi. Sebuah negara tidak serta-merta akan mendapat manfa’at yang besar dari adanya integrasi ekonomi. Bahkan, bisa dimungkinkan tujuan peningkatan pertumbuhan ekonomi sulit tercapai apabila negara tersebut belum siap secara matang dalam menghadapi integrasi ekonomi.
AFTA dan ACFTA: Dampak Terhadap Perekonomian Indonesia
            Sebagai salah satu negara ASEAN yang berarti juga tergabung dalam AFTA. Dengan implementasi AFTA, indonesia mempunyai peluang untuk meningkatkan volume perdagangan di pasar regional ASEAN. Dalam hal ini, Indonesia dapat memilih komoditi mana yang dapt diandalkan mampu bersaing di pasar regional sehingga memberikan nilai tambah positif terhadap perkembangan industri dalam negeri. Selain itu, Indonesia juga mendapatkan suatu komoditi yang relatif lebih murah manakala harus mengimpor dari sesama negara anggota ASEAN daripada dihasilkan sendiri dalam negeri. Tetapi, Free Trade Area juga menimbulkan dampak ketergantungan yang berkelanjutan manakala produk dalam negeri tidak mampu bersaing di pasar regional ASEAN.
Indonesia harus benar-benar memiliki kesiapan yang matang untuk memasuki AFTA. Salah satu bentuk persiapan yang harus dilakukan adalah menjadi bangsa yang produktif dan mengurangi sifat konsumtif. Dari segi komoditi yang diperdagangkan juga diperlukan adanya peningkatan kualitas agar komoditi produksi Indonesia dapat bersaing dengan komoditi dari negara ASEAN lainnya.
            Sebagai negara yang kaya akan sumber daya, baik Sumber Daya Manusia maupun Sumber Daya Alam, pada kenyataannya sekaran ini belum cukup siap untuk menghadapi perdagangan bebas. Salah satu indikasi kebelumsiapan indonesia adalah sumber daya yang belum dieksploitasi secara efektif dan efisien, serta biaya produksi yang dikeluarkan produsen-produsen dalam negeri indonesia tergolong cukup tinggi sehingga harga komoditi dari indonesia cenderung lebih mahal dari harga komoditi dari negara lain di ASEAN. Dilihat dari segi kualitas barang yang diperdagangkan dalam pasar AFTA, sebenarnya kualitas barang hasil produksi indonesia cukup baik.
              Terjalinnya hubungan perdagangan yang baik di kawasa Asia Tenggara, yaitu AFTA, membawa China sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia juga menginginkan sebuah area perdagangan bebas dengan negara-negara ASEAN, sehingga terbentuklah ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area). Bagi China, ASEAN adalah pasar yang cocok bagi produk-produk terutama yang berbasis tekhnologi dari China. Murahnya harga produk-produk yang mereka hasilkan dan kualitas yang cukup bersaing membuat produk-produk dengan cepat laris-manis di pasaran. Sedangkan bagi negara-negara ASEAN sendiri, China juga diharapkan menjadi pasar yang yang menjajikan dengan banyaknya jumlah penduduk China, yang berarti lebih banyak kebutuhan yang harus dipenuhi oleh China demi mencapai kesejahteraan rakyatnya.
            Indonesia dengan  jumlah penduduk terbanyak di Asia Tenggara merupakan pasar yang empuk bagi China. Kondisi perekonomian yang masih jauh dari kesejahteraan membuat perilaku konsumsi masyarakatnya sangat konsumtif. Masyarakat Indonesia sangat dibahagiakan dengan adanya barang-barang dari luar negeri yang murah. Mereka memilih lebih untuk memenuhi kebutuhan dengan mengonsumsi  barang-barang dari luar negeri terutama China yang harganya jauh lebih murah dari barang-barang lokal, terutama dari produk-produk yang berbasis teknologi, ditambah lagi cuaca yang tidak menentu di Indonesia membuat sektor pertanian keteteran dalam bersaing menghadapi produk-produk China. Menurut laporan Sukirno dalam situs berita vivanews.com, Sejak mulai berlaku 1 Januari 2010, perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) di antaranya telah memicu sektor pertanian keteteran serbuan produk China yang lebih murah. Perbedaan harga yang tinggi telah menyebabkan jutaan petani kehilangan pasar lokal, ketika produk nasional berhadapan dengan produk China.
            Indonesia menjadi negara yang cenderung konsumtif karena biaya yang dikeluarkan untuk berproduksinya tinggi. Dengan kata lain masyarakat cenderung berfikir, “buat apa susah-susah buat kalau memang ada yang murah.” Dengan kodisi seperti itu, akan berimbas pada perkembangan dan keberlangsungan Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai sektor yang menjadi kunci bagi perekonomian indonesia menjadi kalang kabut. Produk-produk yang dihasilkan UMKM kalah bersaing secara harga dengan produk-produk impor. Biaya produksi yang relatif tinggi menyebabkan harga jual barang yang tinggi sehingga membuat masyarakat indonesia yang kebanyakan masih dalam taraf ekonomi rendah  lebih memilih untuk memuaskan kebutuhan mereka dengan membeli barang-barang jadi yang berasal dari luar negeri. Kondisi tersebut jelas memunculkan tantangan baru bagi sektor UMKM.
            Apabila sektor UMKM di Indonesia mengalami kemunduran, maka akan mengakibatkan dampak yang sangat buruk bagi perekonomian makro, yaitu semakin banyaknya pengangguran karena lebih dari 80% industri di Indonesia merupakan UMKM yang artinya penyerap tenaga kerja terbesar adalah dari UMKM . Munculnya barang-barang impor murah dari China memang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi. Namun dalam jangka panjang, membanjirnya produk-produk impor murah dapat menyebabkan terhambatnya proses pembangunan ekonomi.
            Menurut Anggito Abimanyu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, kepada vivanews.com bahwa seiring perjalanan waktu, ternyata Indonesia menjadi satu-satunya negara besar di Asia Tenggara yang mengalami defisit perdagangan dengan China. Indonesia selama ini malah mengalami pertumbuhan impor produk China yang terus meningkat. Data yang dihimpun Anggito menunjukan, kegiatan impor produk china pada tahun 2005 tercatat hanya 12 persen dan terus meningkat menjadi 20 persen pada tahun 2010.
            Harapan tinggi Indonesia, atas perdagangan bebas dengan China, ternyata tidak tercapai seperti apa yang diinginkan. China, meskipun merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan pastinya memiliki kebutuhan yang besar pula, dapat memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri. Disamping itu juga, karena produk-produk China sendiri di dalam negerinya lebih murah dari produk-produk yang mereka impor dari negara-negara ASEAN, khusunya indonesia.

*) Mahasiswa Ilmu Ekonomi Pembangunan FE UM angkatan 2009

SUMBER BACAAN:
Mukhlis, Imam. 2009. Integrasi Ekonomi Dalam Perspektif Teori. Tulungagung: Cahaya Abadi.
http://vivanews.com/read/ 218480--acfta-buat-sektor-pertanian-keteteran-.htm.

0 comments

Post a Comment