Please leave a comment

Tuesday, April 24, 2012

Sehat Dengan Permen Karet !!???


Permen karet tidak hanya berfungsi sebagai penyegar mulut saja. Tahukah Anda jika permen karet juga berdampak positif pada kesehatan? Selama ini kita menikmati permen karet semata-mata hanya untuk mengusir rasa pahit di mulut, atau mengusir rasa bosan dengan bermain balon.

Berikut ini adalah 4 fakta keuntungan dibalik kekenyalan permen karet, seperti yang dilansir Boldsky.com:

1. Menurunkan berat badan
Fakta pertama dari mengkonsumsi permen karet yaitu bisa menurunkan berat badan. Saat Anda mengunyah, otot rahang akan bergerak secara otomatis. Baik permen itu masih terasa manis atau tidak, kegiatan mengunyah dapat mengontrol rasa lapar. Dalam satu jam Anda sudah dapat mengenyahkan 11 kalori lemak dalam tubuh.

2. Menjaga kesehatan mulut
Ketika Anda mengunyah permen karet, Anda akan mengeluarkan banyak air liur. Semakin banyak Anda memproduksi air liur kesehatan gigi dan rongga mulut akan terjaga. Untuk hasil yang maksimal pilihlah permen karet bebas gula.

3. Baik untuk metabolisme
Kegiatan mengunyah akan meningkatkan motilitas usus. Jumlah air liur dalam mulut akan membuat kita sering menelannya. Air liur yang turun dalam perut akan mencegah terjadinya asam lambung.

4. Gigi putih bersinar

Salah satu manfaat dari permen karet adalah Anda akan mendapatkan gigi putih dan rahang yang kuat. Selain itu kegiatan mengunyah permen karet juga dapat membuat napas menjadi segar dan menghilangkan kotoran yang melekat pada gigi.


Ayo beramai-ramai makan permen karet!!!

Bahaya Memakai Pakaian Ketat Dari Segi Kesehatan

 (vivanews.com)
Demi mendapatkan kesan seksi, busana ketat seringkali jadi andalan. Namun, jika ketatnya berlebihan bukan hanya malah merusak penampilan tapi juga menimbulkan efek negatif pada kesehatan.

Sebenarnya, tidak masalah jika Anda sesekali mengenakan baju dan busana ketat. Pastikan, Anda menggunakannya tidak dalam waktu lama. Itu karena bisa menimbulkan bahaya, ketahui fakta-fakta berikut, seperti dilansir dari Daily Mail.

Celana ketat
Risiko : Nyeri saraf di kaki, nyeri ulu hati, memperburuk hernia
Mengenakan skinny jeans, faktanya bisa membuat jalan Anda jadi tidak normal, tanpa disadari. Penelitian yang dipublikasi dalam Canadian Medical Association Journal, mengungkap jumlah kasus kondisi meralgia paresthetica meningkat seiiring tren skinny jeans.

Meralgia paresthetica adalah kondisi penekanan saraf dari arah panggul hingga paha luar. Gejalanya, bisa menimbulkan sensasi kesemutan, mati rasa dan panas seperti terbakar. Tapi, wanita yang beralih dari skinny jeans dan mengenakan celana yang lebih longgar, gejala tersebut diketahui perlahan menghilang setelah empat sampai enam minggu.

Kaus dan kemeja
Risiko: Sakit kepala, nyeri pada mata dan bahu

Kaus dengan dengan kerah bersturuktur dan sangat ketat dapat meningkatkan risiko penyakit mata berat. Hal ini menurut sebuah studi dalam British Journal of Ophthalmology. Kerah yang sangat ketat dapat memberikan tekanan pada vena jugularis di area leher dan menekan bagian internal mata.

Peningkatan tekanan adalah salah satu penyebab utama glaukoma. Kemeja yang terlalu kecil juga dapat membatasi aliran darah ke otak melalui arteri karotis. Kondisi ini menyebabkan sakit kepala, pandangan kabur dan pusing, serta meningkatnya ketegangan di area punggung dan bahu.

Sepatu
Risiko: Infeksi dan jamur, radang jari kaki dan hammer toe

Efek dari terlalu sering mengenakan sepatu yang ketat adalah jempol kaki Anda mengalami kelainan bentuk atau bunion. Ini menimbulkan rasa nyeri yang luar biasa dan harus ditangani dokter untuk mengatasinya. Belum lagi risiko  kutu air serta infeksi jamur, karena aliran udara di sepatu yang sempit tak berjalan baik.

Pakaian dalam

Risiko: Infeksi jamur dan masalah kesuburan
Jangan menyepelekan aspek kenyamanan dalam mengenakan pakaian dalam. Biasanya karena ingin mengenakan rok atau celana ketat dan tak ingin garis pakaian dalam terlihat, Anda pun mengenakan G-string. Tapi ini bukan tanpa risiko. Ukurannya yang sangat kecil, tipis dan tentunya ketat, membuat sirkulasi udara tak berjalan baik.

Sehingga, jamur akan sangat mudah tumbuh. Bukan hanya rasa gatal, perih dan kemerahan yang muncul tapi juga bisa berdampak negatif pada kesuburan. Jadi, pastikan pakaian dalam yang Anda kenakan berbahan nyaman dan tak terlalu ketat.

Sunday, April 22, 2012

Jawaban Untuk Para Penghujat ''Tawassul''

(dari situs nu.or.id
 
Seorang pembaca NU Online menanyakan fasal tentang tawassul atau mendoakan melalui perantara orang yang sudah meninggal. "Apakah bertawasul/berdo'a dengan perantaraan orang yang sudah mati hukumnya haram atau termasuk syirik karena sudah meminta kepada sang mati (lewat perantaraan)? Saya gelisah, karena amalan ini banyak dilakukan oleh masyarakat di Indonesia. Apalagi dilakukan sebelum bulan Ramadhan dengan mengunjungi makam-makam wali dan lain-lain sehingga untuk mendo'akan orang tua kita yang sudah meninggal pun seakan terlupakan," katanya.

Perlu kami jelaskan kembali bahwa tawassul secara bahasa artinya perantara dan mendekatkan diri. Disebutkan dalam firman Allah SWT:

يآأَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, " (Al-Maidah:35).

Pengertian tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat muslim selama ini bahwa tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Jadi tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT. Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa.

Banyak sekali cara untuk berdoa agar dikabulkan oleh Allah SWT, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan didahului bacaan alhamdulillah dan shalawat dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar doa yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah SWT . Dengan demikian, tawasul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan

Para ulama sepakat memperbolehkan tawassul kepada Allah SWT dengan perantaraan amal sholeh, sebagaimana orang melaksanakan sholat, puasa dan membaca Al-Qur’an. Seperti hadis yang sangat populer diriwayatkan dalam hadits sahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam gua, yang pertama bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya; yang kedua bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya; dan yang ketiga bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya  yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga.

Adapun yang menjadi perbedaan di kalangan ulama adalah bagaimana hukumnya bertawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang dianggap sholeh dan mempunyai martabat dan derajat tinggi di mata Allah SWT. Sebagaimana ketika seseorang mengatakan: “Ya Allah SWT aku bertawassul kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammmad SAW atau Abu Bakar atau Umar dll”. Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini.

Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh. Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), adalah tawassul pada amal perbuatannya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan oleh ulama’. Pendapat ini berargumen dengan prilaku (atsar) sahabat Nabi SAW:

عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ إِنَّ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ كَانَ إِذَا قَحَطُوْا اسْتَسْقَى بِالعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ المُطَلِّبِ فَقَالَ  اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إَلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتُسْقِيْنَا وَإِنَّا نَنَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَافَيَسْقُوْنَ. أخرجه الإمام البخارى فى صحيحه ج: 1 ص:137

“Dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Umar berkata: "Ya Allah, kami telah bertawassul dengan Nabi kami SAW dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman Nabi kita SAW, maka turunkanlah hujan..”. maka hujanpun turun.” (HR. Bukhori)

Imam Syaukani mengatakan bahwa tawassul kepada Nabi Muhammad SAW  ataupun kepada yang lain (orang shaleh), baik pada masa hidupnya  maupun  setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para sahabat. "Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah SWT, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah SWT yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi hamba yang shalih, hidup atau mati tak membedakan atau membatasi kekuasaan Allah SWT, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat."

Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada Allah SWT menjadikan perantaraan berupa sesuatu yang dicintai-Nya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut. Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah SWT bisa memberi manfaat dan madlarat kepadanya. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlarat, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlarat sesungguhnya hanyalah Allah SWT semata.
Jadi kami tegaskan kembali bahwa sejatinya tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Tawassul hanyalah merupakan pintu dan perantara dalam berdoa untuk menuju Allah SWT. Maka tawassul bukanlah termasuk syirik karena orang yang bertawasul meyakini bahwa hanya Allah-lah yang akan mengabulkan semua doa. Wallahu a’lam bi al-shawab.

H M. Cholil Nafis
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU

Keterkaitan Antara Forward Linkage dan Backward Linkage


Studi Kasus: Mineral Industri di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten

 

            Mineral Industri adalah mineral-mineral non logam yang langsung digunakan secara utuh oleh berbagai industry tanpa terlebih dahulu dilakukan ekstraksi terhadap unsur-unsur logamnya seperti dilakukan terhadap mineral logam. Jenis Komoditi yang termasuk ke dalam mineral industry antara lain barit, batu apung, batu gamping, belerang, bentonit, diatomit, dolomite, feldspar, fosfat, gypsum, grafit, kalsium karbonat (alam dan buatan), kaolin, lempung, pasir kuarsa, talk, yodium, zeolit, dan zircon. Adanya kegiatan eksploitasi dan pengelolaan sumber daya mineral selalu dihadapkan pada dua kepentingan besar, yaitu usaha peningkatan produksi bahan galian mineral industry  dan lingkungan. Pada satu sisi, eksploitasi bahan galian mineral industry merupakan satu hal yang tidak dapat dihindarkan untuk mencukupi kebutuhan komoditi mineral yang terus menerus meningkat. Pada sisi lain, kegiatan pertambangan dapat merusak lingkungan.
            Bahan galian mineral industry di Indonesia tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan memiliki kualitas yang beragam, begitu juga keberadaan bahan galian mineral industry ini tersebar di daerah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Peranan mineral industry ini sangat penting bagi kelangsungan ekonomi di tiga propinsi tersebut. Mineral industry ini digunakan industry menengah besar sebagai bahan baku maupun sebagai bahan untuk proses industrinya.atau sebagai penunjang bagi sector industry manufaktur. Industri manufaktur memberikan kontribusi terbesar pada pendapatan domestic Regional Bruto (PDRB) di propinsi Jawa Barat dan Banten yaitu 44,3% (236,9 triliun) dan 49,9% (58,1 triliun) sedangkan di propinsi DKI Jakarta, sector industry manufaktur menempati urutan ke 3 dalam kontribusinya pada PDRB DKI Jakarta sebesar 17,3% (294,3 triliun). Hal ini sangat wajar jika DKI Jakarta menduduki peringkat ke 3 dikarenakan DKI Jakarta tidak memiliki potensi alam yang cukup berarti, akan tetapi DKI Jakarta mempunyai sarana fisik maupun administrasi yang paling baik untuk berkembangnya sector industry.
            Di Propinsi Banten sector manufaktur merupakan penyumbang tertinggi terhadap PDRB sebesar Rp 28.98 Trilyun (49.9%). Provinsi DKI Jakarta yang tidak mempunyai potensi bahan galian mineral industry sebagai bahan baku utama maupun penunjang sangat bergantung dari wilayah/Negara lain dalam memenuhi kebutuhan akan bahan galian mineral industry. Sementara wilayah propinsi Banten dan Jawa Barat mempunyai beberapa potensi jenis bahan galian mineral industry.
            Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa industry mineral ini dapat diandalkan untuk meingkatkat pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Pada periode 1997-2006 jumlah konsumsi mineral industry nasional melebihi jumlah produksi dari mineral itu sendiri. Dengan perkataan lain, kondisi mineral industry nasional periode itu mengalami kelebihan permintaan. Kondisi ini dapat dijadikan acuan untuk melihat kondisi mineral industry setelah periode tersebut. Tingginya tingkat permintaan terhadap bahan galian industry akan menyebabkan daerah yang tidak memiliki potensi bahan galian industry  akan sangat bergantung dengan pasar luar negeri sehingga nilai impor akan melebihi nilai import dan hal ini mengindikasikan rentannya industry yang menggunakan bahan baku mineral industry tersebut.
            Demi keamanan pasokan dan investasi bahan galian mineral industri makan pengumpulan data atau inventarisasi data sangat penting diperlukan. Disamping itu perbandingan antara ketercukupan antara system penyediaan dan pendistribusian dengan permintaan mineral industry dapat dilakukan dari regresi simultan dari model kesetimbangan. Model ini juga diharapkan dapat menghasilkan beberapa scenario proyek permintaan mineral industry secara geografis.
            Untuk menganalisa keekonomian pada suatu kegiatan di suatu daerah maka digunakan suatu analisa keekonomian, disini akan dilakukan pendekatan input-output yang  salah satu keunggulannya adalah diketahuinya dampak ekonomi dari sebuah sector atau kelompok pada satu wilayah. Analisa input-output akan dilakukan di wilayah kajian yaitu DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Hasil input-output 2000 dari rpopinsi Banten dan Jakarta menunjukkan bahwa kedua propinsi ini untuk sector penggalian tidak masuk dalam kategori sector unggulan, berorientasi forward maupun backward dikarenakan Jakarta tidak mempunyai potensi mineral industry sedangkan hasil input-output propinsi Banten meski mempunyai potensi bahan galian mineral industry tidak termasuk dalam 3 kategori diatas dikarenakan propinsi Banten baru dipisahkan dari propinsi Jawa Barat pada tahun 2000 sehingga nilai forward linkage nya masih dibawah 1. Sektor penggalian propinsi Jawa Barat termasuk berorientasi forward linkage, hal ini dikarenakan mineral industry dibutuhkan sebagai bahan baku utama maupun bahan penunjang sehingga nilai dari forward linkae nya mempunyai nilai dari 1 sedangkan nilai backward linkage nya kurang dari 1 dikarenakan dalam produksi bahan galian mineral industry tersebut tidak bergantung dari sector lainnya. Sektor yang menggunakan bahan galian mineral industry sebagai bahan baku utamamaupun penunjang akan mempunyai nilai backward linkage nya lebih besar 1, hal itu Berdasarkan data input-output, baik itu berorientasi forward maupun backward diketahui bahwa 3 propinsi yang telah dilakukan analisa input-output yaitu Banten, Jakarta, dan Jawa Barat merupakan daerah yang menggunakan sector-sektor pengguna mineral industry, keberadaan dan pertumbuhan dari sector-sektor tersebut sangat bergantung akan pasokan mineral industry dari dalam negeri maupun luar negeri (impor).
            Potensi bahan galian industry yang tersebar di berbagai Daerah Indonesia haruslah di analisis tentang ketersedian mineral industri, dibuat suatu perencanaan yang matang dan buat suatu keputusan-keputusan, oleh karena itu digunakan salah satu model yang dinamakan System Informasi Geografis (SIG), aplikasinya berupa peta. Penyajiam data dengan system SIG ditunjukkan dalam rangka untuk mempermudah pihak-pihak terkait dalam pencarian informasi tentang mineral industry di Indonesia khusunya pada pekerjaan di wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Di ketiga wilayah itu sudah dilakukan penyelidikan dan analisa mengenai keterdapatan bahan galian industry dengan menggunakan SIG.
            Dari hasil inventarisasi data dan proyek konsumsi mineral industry di wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat hingga tahun 2012, maka potensi mineral industry yang berada di tiga wilayah kajian hingga tahun 2012 adalah belerang, zeolite, batu gamping, fosfat, bentonite, batu apung, pasir kuarsa. Dari data diatas jelaslah bahwa kelanjutan sector industry yang menggunakan bahan mineral indsutri tersebut diatas akan aman dalam sisi pasokannya samapi dengan tahun 2012.
            Begitu banyaknya masalah pertambangan yang sedang di hadapi sekarang ini, maka diperlukan suatu kebijakan di bidang mineral yang dapat mengatur semua hal tentang mineral industry khususnya, sehingga industry mineral industry ini dapat berkembang dan dapat dijadikan andalan di setiap daerah sebagai sector penting dalam memajukan perekonomian di daerah. Begitu juga Pemerintah Daerah yang harus mengembangkan potensi mineral industry. selain itu juga manfaat yang akan di dapatkan adalah terserapnya tenaga kerja di daerah tersebut dan dapat melakukan pemerataan  pembangunan nasional.

Aspek Hukum Bisnis : Hak Paten


A.      Pengertian Dasar
Sebelum membicarakan paten lebih jauh kita perlu mendefinisikan beberapa istilah yang akan digunakan dalam tulisan ini. Hal ini bertujuan untuk menyamakan pendapat agar tidak menimbulkan salah pengertian. Yang dimaksud dengan paten adalah hak khusus yang diberikan oleh negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya. Penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi.
Penemu adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan kegiatan yang menghasilkan penemuan. Pemegang paten adalah penemu sebagai pemilik paten atau orang yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1)

B.       Pengaturan Hak Paten dalam Undang-Undang
Untuk melindungi paten, Pemerintah Republik Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten melalui Lembaran Negara Nomor 39 Tahun 1989, selanjutnya disebut Undang-Undang Paten. Undang-undang ini merupakan produk pembangunan nasional di bidang hukum yang bertujuan melindungi paten sebagai hak kekayaan intelaktual atas penemuan di bidang teknologi. Jika ada orang tanpa hak melakukan pelanggaran terhadap hak pemegang paten, dia dapat dipidana penjara dan denda karena melakukan kejahatan.
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, arus globalisasi bidang kehidupan, dan konvensi internasional, maka sudah waktunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten diubah dan disempurnakan. Pada tanggal 7 Mei 1997 melalui Lembaran Negara Nomor 30 Tahun 1997 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten.

C.      Sifat Hukum Paten
1.    Benda Bergerak Immaterial
Undang-undang menganggap paten sebagai benda bergerak immaterial yang termasuk dalam kelompok Hak Kekayaan Intelektual (intellectualproperty rights ). Paten adalah hak atas karya intelektual yang diakui sebagai hak milik yang sifatnya tidak berwujud. Sebagai benda bergerak , paten dapat beralih atau dialihkan seluruh atau sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan (Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Paten 2001).
Peralihan paten karena pewarisan terjadi secara otomatis karena ketentuan hukum waris. Jadi, tanpa memerlukan akta notaris lebih dahulu sebab pewaris yang sudah meninggal dunia tidak mungkin dapat membuat akta peralihan di muka notaris. Akan  tetapi, pengalihan paten cara lainnya dilakukan dengan akta notaris karena orang yang mengalihkan paten masih hidup.
2.    Tidak Dapat Disita/Dirampas
Walaupun paten termasuk benda bergerak, dia tidak dapat disita atau dirampas. Alasannya paten itu adalah Hak Kekayaan Intelektual yang bersifat pribadi dan manunggal dengan dengan diri inventornya. Perampasan atau penyitaan paten oleh negara tidak dianut dalam Undang-Undang Paten. Akan tetapi, penggunaan paten bukan berarti tanpa batas. Seperti hak milik lainnya, paten juga memiliki fungsi sosial, yaitu dibatasi oleh jangka waktu tertentu wajib dilaksanakan atau digunakan di Indonesia, dibatasi oleh izin Presiden jika paten tidak dilaksanakan dala jangka waktu tertentu, atau jika pemerintah menganggap paten itu penting untuk penyelenggaraan pertahanan keamanan negara, maka pemerintah dapat melaksakannya sendiri. Semuanya itu harus didasarkan pada ketentuan yang adil, yaitu harus sepengetahuan  pemegang paten dengan imbalan yang wajar.
3.    Paten Diberikan Oleh Negara
Paten diberikan oleh negara apabila diminta oleh inventor, baik orang atau badan hukum yang berhak atas invensi itu. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang tekonologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya itu, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

D.      Inventor, Invensi, dan Paten
Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, pasal 1, ayat 3)
Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, pasal 1, ayat 2).

E.       Pengaturan Permohonan dan Pemberian Paten
1.    Permohonan Paten
Syarat-syarat pengajuan permohonan paten kepada Direktorat Jenderal menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 :
a.    Setiap permohonan paten hanya diajukan untuk satu invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan invensi (Pasal 21).
b.    Membayar biaya kepada kepada Direktorat Jenderal (Pasal 22).
c.    Pernyataan yang dilengkapi bukti yang cukup mengenai hak atas invensi jika permohonan diajukan oleh bukan inventor (Pasal 23 ayat 1)
d.   Dapat diajukan melalui konsultan hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar pada Direktorat Jenderal selaku kuasa (Pasal 25 ayat 1 dan ayat 2).
e.    Bagi yang menggunakan prioritas harus diajukan dalam waktu 12 bulan sejak tanggal penerimaan permohonan paten yang pertama kali diterima di negara mana pun yang juga ikut serta dalam Konvensi Paris atau yang menjadi anggota World Trade Organization dengan dilengkapi dokumen prioritas yang disahkan oleh pejabat yang berwenang di negara yang bersangkutan paling lama 16 bulan terhitung sejak tanggal prioritas (Pasal 27).
f.     Permohonan tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal yang memuat :
1.      Tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan.
2.      Alamat lengkap dan jelas pemohon.
3.      Nama lengkap dan kewarganegaraan inventor.
4.      Nama dan alamat lengkap kuasa serta surat kuasa khusus apabila dikuasakan.
5.      Pernyataan pemohon untuk diberi paten.
6.      Judul invensi.
7.      Klaim yang terkandung dalam invensi.
8.      Deskripsi tertulis tentang invensi, yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara melaksanakan invensi.
9.      Gambar yang disebut dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas invensi.
10.  Abstraksi invensi.
Permohonan paten yang telah dilengkapi persyaratan diajukan pada Direktorat Jenderal. Permohonan paten dianggap diajukan pada tanggal penerimaan permohonan paten oleh Direktorat Jenderal setelah diselesaikan pembayaran biaya.

2.    Pengumuman Permohonan Paten
Menurut ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Paten 2001, Direktorat Jenderal mengumumkan permohonan yang telah memenuhi ketentuan Pasal 24. Pengumuman dilakukan :
a.    Dalam hal paten, segera setelah 18 bulan sejak tanggal penerimaan atau segera setelah 18 bulan sejak tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan hak prioritas ; atau
b.    Dalam hal paten sederhana, segera setelah 3 bulan sejak tanggal penerimaan.
Pengumuman dalam hal huruf (a) dapat dilakukan lebih awal atas permintaan pemohon dengan dikenai biaya.
Pengumuman dilaksanakan selama 6 bulan sejak tanggal diumumkannya permohonan paten ; 3 bulan sejak diumumkannya permohonan paten sederhana (Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Paten 2001).
Pengumuman dilakukan dengan :
a.    Menempatkannya dalam berita resmi paten yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal; dan / atau
b.    Menempatkannya pada sarana khusus yang disediakan oleh Direktorat Jenderal yang dengan mudah serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat.
3.    Pemeriksaan Substantif
Dalam proses pemeriksaan substantif permohonan paten, harus diajukan permohonan tertulis kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya (Pasal 48 ayat 1 Undang-Undang Paten 2001). Permohonan pengajuan pemeriksaan substantif harus diajukan paling lambat dalam 36 bulan sejak tanggal penerimaan. Bila permohonan pemeriksaan substantif tidak diajukan dalam batas waktu tersebut atau biaya untuk itu tidak dibayar, permohonan akan dianggap ditarik kembali.
Untuk keperluan pemeriksaan substantif, Direkktorat Jenderal dapat meminta bantuan ahli dan / atau menggunakan fasilitas yang diperlukan dari pemerintah terkait atau pemeriksa paten dari Kantor Paten negara lain. Penggunaan bantuan ahli, fasilitas, atau pemeriksa paten dari Kantor Paten negara lain tetap dilakukan dengan memperhatikan ketentuan kewajiban untuk menjaga kerahasiaan invensi yang dimohonkan paten (Pasal 50 Undang-Undang Paten 2001).
Pemeriksa yang melakukan pemeriksaan substantif pada Direktorat Jenderal berkedudukan sebagai pejabat fungsional. Pemeriksa diberi jenjang dan tunjangan fungsional selain hak-hak lainnya sesuai Pasal 51 Undang-Undang Paten 2001.
4.    Persetujuan atau Penolakan Permohonan
Direktorat Jenderal wajib memberi keputusan untuk menyetujui atau menolak permohonan :
a.    paten, paling lama 36 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud Pasal 48 atau terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengumuman sesuai dimaksud dalam Pasal 44 ayat 1 apabila permohonan pemeriksaan itu diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu pengumuman tersebut.
b.    paten sederhana, paling lama 24 bulan sejak tanggal penerimaan (Pasal 54 Undang-Undang Paten 2001).
Ketentuan waktu 36 bulan dalam memberikan keputusan terhadap permohonan dimaksudkan untuk mendekati pengaturan internasional dalam rangka kerja sama paten.
5.    Permintaan Banding
Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan permohonan yang berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif  sesuai Pasal 56 ayat 1 atau Pasal 56 ayat 3. Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya kepada Komisi Banding Paten dengan tembusan yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal.
Permohonan banding diajukan paling lama 3 bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan penolakan permohonan. Bila melewati jangka waktu tanpa adanya permohonan banding, penolakan permohonan dianggap diterima oleh pemohon.


6.    Pengalihan Paten
Paten adalah hak kekayaan intelektual yang bersifat bergerak dan tidak berwujud dan mengandung nilai eonomi. Jadi, paten dapat beralih kepada pihak lain, baik secara biasa maupun lisensi.
a.    Karena Pewarisan atau Perjanjian :
Menurut Pasal 66 Undang-Undang Paten 2001, paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan peraturan perundang-undangan.
b.    Karena Pemberian Lisensi :
Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasar perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 16. Kecuali jika diperjanjikan lain, lingup lisensi meliputi semua perbuatan dalam Pasal 16, berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia (Pasal 69 Undang-Undang Paten 2001).
7.    Pembatalan Paten dan Akibat Hukumnya
Undang-Undang Paten mengatur 3 jenis pembatalan paten yaitu :
a.    Batal Demi Hukum
Paten dinyatakan batal demi hukum apabila pemegang paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu yang ditentukan (Pasal 88 Undang-Undang Paten 2001). Paten yang batal demi hukum diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada pemegang paten serta penerima lisensi dan mulai berlaku sejak tanggal pemberitahuan tersebut.
b.    Pembatalan Karena Permohonan
Paten dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal untuk seluruh atau sebagian atas permohonan pemegang paten yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal. Pembatalan paten tidak dapat dilakukan jika penerima lisensi tidak memberi persetujuan tertulis yang dilampirkan pada permohonan pembatalan tersebut.

c.    Pembatalan Karena Gugatan
Menurut Pasal 91 ayat 1 Undang-Undang Paten 2001, gugatan pembatalan paten dapat dilakukan bila :
·      Paten tersebut menurut ketentuan Pasal 2, Pasal 6 atau Pasal 7 seharusnya tidak diberikan.
·      Paten tersebut sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk invensi yang sama berdasarkan undang-undang ini.
·      Pemberian lisensi wajib ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan paten dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat dalam jangka waktu 2 tahun sejak tanggal pemberian lisensi wajib yang bersangkutan atau sejak tanggal pemberian lisensi wajib pertama dalam hal diberikan beberapa lisensi wajib.
Gugatan pembatalan karena alasan :
·      Ketentuan pasal 2, Pasal 6 atau Pasal 7 diajukan oleh pihak ketiga kepada pemegang paten melalui Pengadilan Negara.
·      Paten tersebut sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain dapat diajukan oleh pemegang paten atau pemegang lisensi kepada Pengadilan Negara agar paten lain yang sama dengan patennya dibatalkan.
·      Pemberian lisensi wajib ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan paten dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat dapat diajukan oleh jaksa terhadap pemegang paten atau penerima lisensi wajib kepada Pengadilan Niaga (Pasal 91 ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 Undang-Undang Paten 2001).
Isi putusan Pengadilan Niaga tentang pembatalan paten disampaikan ke Direktorat Jenderal paling lama 14 hari sejak putusan diucapkan. Direktorat Jenderal mencatat dan mengumumkan putusan tentang pembatalan paten tersebut.
Pemegang lisensi paten yang dibatalkan karena alasan sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada orang lain untuk penemuan yang
sama tetap berhak melaksanakan lisensi yang dimilikinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian lisensi.

Analisis Permasalahan Koperasi Di Indonesia

Latar Belakang
Secara konstitusional, badan usaha yang disebutkan secara eksplisit dalam Penjelasan UUD 1945, hanya koperasi. “… Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi”, demikian dinyatakan UUD 1945.
Namun uniknya, ternyata koperasi Indonesia selama setengah abad lebih kemerdekaannya, tidak menunjukkan perkembangan yang menggembiarkan. Koperasi tidak tampak di permukaan sebagai “bangun perusahaan” yang kokoh dan mampu sebagai landasan (fundamental) perekonomian, serta dalam sistem ekonomi Indonesia, koperasi beradapada sisi marjinal.
Dalam usaha pemulihan krisis ekonomi Indonesia dewasa ini, sesungguhnya koperasi mendapatkan peluang (opportunity) untuk tampil lebih eksis. Krisis nilai tukar dan kemudian membawa krisis hutang luar negeri, telah membuka mata semua pemerhati ekonomi bahwa fundamental ekonomi yang semula diyakini kesahihannya, ternyata hancur lebur.
Para pengusaha besar konglomerat dan industri manufaktur yang selama ini diagung-agungkan membawa pertumbuhan ekonomi yang pesat, ternyata tidak terealisasi. Walau mendapat peluang seperti yang disebutkan diatas, ternyata dalam upaya pemulihan ekonomi, koperasi tetap dalam posisi yang marjinal. Beberapa petinggi seakan sering bersuara untuk memberdayakan koperasi, tetapi tetap saja koperasi tidak terlihat peranan yang signifikan dalam alur pemulihan ekonomi Indonesia. Yang berkembang hanyalah kuantitas koperasi dan tidak terlihat perbaikan kualitasnya, baik mikro maupun makro ekonomi.
Koperasi sebagai salah satu badan usaha yang berkecimpung dalam perekonomian Indonesia saat ini sedang mengalami masa-masa yang suram. Penyebab kesuraman masa depan koperasi adalah kurangnya daya saing yang dimiliki oleh koperasi melawan badan usaha yang lain. Selain itu kurangnya minat masyarakat untuk bergabung kedalam koperasi terutama masyarakat perkotaan.
Koperasi berasal dari kata-kata latin : Cum yang berarti “dengan” dan operasi yang berarti “bekerja”. Dari dua kata tersebut diperoleh arti secara umum “bekerja dengan orang-orang lain, atau kerja bersama-sama orang-orang lain untuk suatu tujuan atau hasil tertentu.”
Ada dua macam koperasi :
1. Koperasi Sosial, yaitu koperasi yang dilakukan berdasar tolong-menolong baik untuk kepentingan umum maupun pribadi.
2. Koperasi Ekonomi, yaitu koperasi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa.

Koperasi dan Kontradiksi Paradigma Perekonomian Indonesia

Ketika negara Republik Indonesia ini didirikan, para founding fathers memimpikan suatu negara yang mampu menjamin hajat hidup orang banyak dan diusahakan secara bersama. Hal itu, tidak mengherankan, sebab pemikiran dan gerakan sosialisme memang sedang menjadi trend pada waktu itu, untuk melawan para pengusaha kapitalis dan kolonialis yang dianggap membawa penderitaan di kalangan buruh, tani dan rakyat kecil lainnya.
Tampak bahwa cita-cita membentuk negara Republik Indonesia, adalah untuk kemakmuran semua orang dengan bangun usaha yang diusahakan secara bersama; “koperasi”. Karena itu, kemudian, dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 disebutkan, “…Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi”.
Koperasi dalam Dualisme Sistem Ekonomi Indonesia.
Menurut Hatta (1963), sosialisme Indonesia timbul karena tiga faktor. Pertama, sosialisme Indonesia timbul karena suruhan agama. Etik agama yang menghendaki persaudaraan dan tolong menolong antara sesama manusia dalam pergaulan hidup, mendorong orang ke sosialisme. Kemudian, perasaan keadilan yang menggerakkan jiwa berontak terhadap kesengsaraan hidup dalam masyarakat,terhadap keadaan yang tidak sama dan perbedaan yang mencolok antara si kaya dan si miskin, menimbulkan konsepsi sosialisme dalam kalbu manusia. Jadi, sosialisme Indonesia muncul dari nilai-nilai agama, terlepas dari marxisme. Sosialisme memang tidak harus merupakan marxisme. Sosialisme disini tidak harus diartikan sebagai hasil hukum dialektika, tetapi sebagai tuntutan hati nurani, sebagai pergaulan hidup yang menjamin kemakmuran bagi segala orang, memberikan kesejahteraan yang merata, bebas dari segala tindasan.
Kedua, sosialisme Indonesia merupakan ekspresi daripada jiwa berontak bangsa Indonesia yang memperoleh perlakuan yang sangat tidak adil dari si penjajah. Karena itu dalam Pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Lebih lanjut Pembukaan UUD 1945 juga mengatakan, “…mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur“.
Ketiga, para pemimpin Indonesia yang tidak dapat menerima marxisme sebagai pandangan yang berdasarkan materialisme, mencari sumber-sumber sosialisme dalam masyarakat sendiri. Bagi mereka, sosialisme adalah suatu tuntutan jiwa, kemauan hendak mendirikan suatu masyarakat yang adil dan makmur, bebas dari segala tindasan. Sosialisme dipahamkan sebagai tuntutan institusional, yang bersumber dalam lubuk hati yang murni, berdasarkan perikemanusiaan dan keadilan sosial. Agama menambah penerangannya. Meskipun dalam ekonomi modern gejala individualisasi berjalan, tetapi hal itu tidak dapat melenyapkan sifat perkauman (kolektivan) di dalam adat (dan hukum adat) Indonesia. Ini adalah akar dalam pergaulan hidup Indonesia.
Jadi, dasar ekonomi Indonesia adalah sosialisme yang berorientasi kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa (adanya etik dan moral agama, bukan materialisme); kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan/eksploitasi manusia); persatuan (kekeluargaan, kebersamaan, nasionalisme dan patriotisme ekonomi); kerakyatan (mengutamakan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta keadilan sosial (persamaan, kemakmuran masyarakat yang utama, bukan kemakmuran orang-seorang).
Tetapi, setelah menempuh alam kemerdekaan, terlebih pada era Orde Baru, paradigma yang berkembang dan dijalankan tidaklah demikian. Paradigma yang dijalankan dengan “sungguh-sungguh” adalah apa yang disebut Mubyarto dengan istilah “kapitalistik-liberal-perkoncoan” (selanjutnya disebut “KLP), atau dalam istilah Sri-Edi Swasono (1998a) disebut “rezim patronasi bisnis”, yang sesungguhnya lebih jahat dari kapitalisme kuno yang dikritik oleh Marx dalam bukunya “Das Kapital”. Sistem KLP tersebut menyebabkan tumbuh suburnya praktik kolusi, korupsi, kroniisme dan nepotisme (KKKN) dalam perekonomian Indonesia.
Dalam sistem hukum pun, masih banyak perangkat peraturan yang belum dijiwai semangat demokrasi ekonomi sebagaimana disebutkan pada Pasal 33 UUD 1945. Permasalahan sistem hukum yang mixed-up ini, telah mempengaruhi moral ekonomi dan motif ekonomi para pelaku ekonomi Indonesia, sehingga akhirnya justru memarjinalkan koperasi yang seharusnya menjiwai bangun perusahaan lainnya.
Jadi, permasalahan mendasar koperasi Indonesia terletak pada paradigma yang saling bertolak belakang antara apa yang dicita-citakan (Das Sollen) dan apa yang sesungguhnya terjadi (Das Sein). Selama paradigma ini tidak dibenahi, niscaya koperasi tidak akan dapat berkembang, ia hanya menjadi retorika.
Permasalahan Makroekonomi (Ekonomi Politik).
Tidak banyak negara yang memiliki “Departemen Koperasi” (Depkop). Indonesia adalah satu dari sedikit negara tersebut.
Hal itu terjadi karena adanya kontradiksi akut dalam pemahaman koperasi. Secara substansial koperasi adalah gerakan rakyat untuk memberdayakan dirinya. Sebagai gerakan rakyat, maka koperasi tumbuh dari bawah (bottom-up) sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Hal itu sangat kontradiktif dengan eksistensi Depkop. Sebagai departemen, tentu Depkop tidak tumbuh dari bawah, ia adalah alat politik yang dibentuk oleh pemerintah. Jadi, Depkop adalah datang “dari atas” (top-down). Karena itu, lantas dalam menjalankan operasinya, Depkop tetap dalam kerangka berpikir top-down. Misalnya dalam pembentukan koperasi-koperasi unit desa (KUD) oleh pemerintah. Padahal, rakyat sendiri belum paham akan gunanya KUD bagi mereka, sehingga akhirnya KUD itu tidak berkembang dan hanya menjadi justifikasi politik dari pemerintah agar timbul kesan bahwa pemerintah telah peduli pada perekonomian rakyat, atau dalam hal ini khususnya koperasi.
Hal lain yang menandakan kontradiksi akut itu, adalah pada usaha Depkop (dan tampaknya masih terus dilanjutkan sampai saat ini oleh kantor menteri negara koperasi) untuk “membina” gerakan koperasi. Penulis sungguh tidak mengerti mengapa istilah “membina” tersebut sangat digemari oleh para pejabat pemerintahan. Sekali lagi, koperasi adalah gerakan rakyat yang tumbuh karena kesadaran kolektif untuk memperbaiki taraf hidupnya. Karena itu penggunaan kata (atau malah paradigma) “membina” sangatlah tidak tepat dan rancu. Koperasi tidak perlu “dibina”, apalagi dengan fakta bahwa “pembinaan” pemerintah selama ini tidak efektif. Yang diperlukan koperasi adalah keleluasaan untuk berusaha; untuk akses memperoleh modal, pangsa pasar, dan input (bahan baku).
Permasalahan Mikroekonomi.
· Masalah Input.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi sering mengalami kesulitan untuk memperoleh bahan baku. Salah satu bahan baku pokok yang sulit diperoleh adalah modal. Yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah permodalan ini adalah dengan memberikan keleluasaan bagi koperasi dalam akses memperoleh modal. Jangan dipersuli-sulit dengan bermacam regulasi. Biarkan koperasi tumbuh dengan alami (bukan direkayasa), belajar menjadi efisien dan selanjutnya dapat bertahan dalam kompetisi.
Pada sisi input sumber daya manusia, koperasi mengalami kesulitan untuk memperoleh kualitas manajer yang baik. Di sinilah campur tangan pemerintah diperlukan untuk memberikan mutu modal manusia yang baik bagi koperasi.
· Masalah Output.
Dalam hal kualitas, output koperasi tidak distandardisasikan, sehingga secara relatif kalah dengan output industri besar. Hal ini sebenarnya sangat berkaitan dengan permasalahan input (modal dan sumberdaya manusia).
Koperasi (dan usaha kecil serta menengah/UKM) dalam menentukan output tidak didahului riset perihal sumber daya dan permintaan potensial (potential demand) daerah tempat usahanya. Sehingga, dalam banyak kasus, output koperasi (dan UKM) tidak memiliki keunggulan komparatif sehingga sulit untuk dipasarkan.
· Masalah Distribusi, Pemasaran dan Promosi (Bisnis).
Koperasi mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnisnya. Output yang dihasilkannya tidak memiliki jalur distribusi yang established, serta tidak memiliki kemampuan untuk memasarkan dan melakukan promosi. Sehingga, produknya tidak mampu untuk meraih pangsa pasar yang cukup untuk dapat tetap eksis menjalankan kegiatan usahanya.
Peranan pemerintah sekali lagi, diperlukan untuk menyediakan sarana distribusi yang memadai. Sarana yang dibentuk pemerintah itu, sekali lagi, tetap harus dalam pemahaman koperasi sebagai gerakan rakyat, sehingga jangan melakukan upaya-upaya “pengharusan” bagi koperasi untuk memakan sarana bentukan pemerintah itu. dalam aspek bisnis, koperasi –karena keterbatasan input modal—sulit untuk melakukan pemasaran (marketing) dan promosi (promotion). Karena itu, selaras dengan mapping product seperti diuraikan diatas, pemerintah melanjutkannya dengan memperkenalkan produk-produk yang menjadi unggulan dari daerah itu. Dengan demikian, output koperasi dapat dikenal dan permintaan potensial (potential demand) dapat menjadi permintaan efektif (effective demand).
Solusi Masalah
Koperasi memiliki peluang seiring dengan krisis yang terjadi di Indonesia dan Asia pada umumnya. Kegagalan industri besar untuk menghasilkan pembangunan yang brkelanjutan, memberikan peluang bagi koperasi untuk menyatakan dirinya sebagai fundamental perekonomian.
Untuk menggapai peluang itu dan menempatkan kembali koperasi sebagai “soko guru” diperlukan perubahan radikal (mengubah dari akar masalah) dan komprehensif. Yang harus dibenahi segera adalah pertama, reorientasi dan reorganisasi koperasi. Koperasi diorientasi dan diorganisasikan sebagai bangun perusahaan yang profesional. Koperasi harus berdiri tegak sebagai bengun perusahaan yang mandiri dan efisien. Kedua, reaktualisasi peranan pemerintah, seperti disebutkan pada uraian sebelumnya. Koperasi jangan lagi dieksploitasi menjadi jargon politik kepentingan. Ketiga, pembenahan sestem ekonomi Indonesia sehingga kembali pada cita-cita didirikannya negara Republik Indonesia. Sistem, praktik dan peraturan-peraturan yang berjiwa kapitalistik-liberal-perkoncoan, harus segera diganti dan di-Pasal 33-kan, sehingga memberikan keleluasaan bagi koperasi dan unit usaha ekonomi rakyat lainnya dapat berkembang dan tidak ditindas oleh unit usaha yang besar dan kuat.

Tuesday, April 17, 2012

Kurikulum Global Warming: Solusi Menuju Bumi Yang Sehat

KURIKULUM GLOBAL WARMING SEBAGAI JALAN MENUJU KELESTARIAN BUMI MELALUI AKSES PENDIDIKAN FORMAL

Pendahuluan
            Pembahasan mengenai kondisi bumi yang kian rentan akan “kehancuran” karena pemanasan global atau global warming telah menyita perhatian seluruh makhuk jagat raya. Hal tersebut menjadi fenomena tersendiri di abad milenium ini, sebab global warming menyangkut akan kehidupan dan peradaban manusia di muka bumi. Seperti dikatahui secara umum bahwa global warming  adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi dikarenakan banyak hal, namun hal yang paling mendominasi adalah efek rumah kaca, sampah, efek umpan balik, dan variasi matahari. Global warming menimbulkan gejala alam yang tidak pernah terjadi sebelumnya seperti peningkatan suhu rata-rata 0,130C per dekade yang menimbulkan perubahan cuaca dan iklim ekstrim serta mencairnya es kutub utara yang menaikkan ketinggian rata-rata laut sehingga sering menibulkan banjir dan badai dengan volume besar.
            Fenomena global warming membuat masyarakat dunia panik dan mencoba mencari solusi atas situasi tersebut. Berbagai langkah-langkah strategis lokal maupun internasional untuk menangani permasalahan ini bermunculan. Yang paling banyak dikenal adalah Protokol Tokyo 1997 dan konferensi pemanasan global Bali 2007. Konferensi-konferensi tersebut menghasilkan konsensus-konsensus seluruh negara di dunia terkait komitmennya untuk melestarikan bumi dan menanggulangi atau meminimalisir efek global warming. Namun, penyadaran akan pentingnya kelestarian bumi juga perlu dipupuk pada diri dan jiwa masing-masing individu, konsensus-konsensus tersebut tak akan berjalan jika hanya menghasilkan tetapi tidak mewujudkan. Untuk itu diperlukan penyadaran individu akan pentingnya kelestarian bumi salah satunya melalui akses pendidikan formal dengan dibuat dan diberlakukannya Kurikulum Global Warming yang dipelajari dari mulai tingkat pendidikan terendah sampai tertinggi.
           
Kurikulum Global Warming
Sebagai salah satu perwujudan sumbangsih pendidikan, Kurikulum Global Warming adalah hal yang patut diupayakan untuk pelestarian bumi. Sebab, mempelajari, memahami dan mengaplikasikan cara-cara untuk menyelamatkan bumi dari efek pemanasan global tidak cukup melalui pendidikan secara non formal seperti mengadakan seminar, pelatihan, club ataupun kegiatan-kegiatan yang bergerak dalam bidang ini. Harus ada rumusan khusus untuk memahami fenomena global warming secara utuh dan menyeluruh, untuk itu pembuatan dan pemberlakukan kurikulum ini dalam pendidikan formal bukanlah sebuah ide isapan jempol belaka, melainkan hal yang patut diseriusi.
Kurikulum Global Warming juga dijadikan sebagai proses kesinambungan penanggulangan global warming. Karena banyak orang yang faham tentang global warming, namun mereka tidak tahu harus berbuat apa. Cara-cara yang difahami cenderung bersifat teoritis dan umum, padahal itu tidak cukup, diperlukan pemahaman secara aplikatif dan detail untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, konsensus yang sudah disepakati bersama dalam forum internasional akan berkesinambungan dengan sumber daya manusia yang mengerti betul akan global warming. Secara keilmuan, pembahasan global warming masuk dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, fisika, biologi, kimia dan peajaran eksakta lainnya. Tetapi dengan perkembangan fenomena dan cabang keilmuan yang dituntut untuk lebih fokus,  maka kajian global warming harus dipisahkan secara pembahasan dengan keilmuan teoritis tersebut diatas.
Kurikulum Global Warming diberlakukan dan diterapkan melalui pendidikan formal terendah (Taman Kanak-kanak bahkan Play Group) hingga pada tingkat pendidikan tertinggi (Perguruan Tinggi). Pembahasannya pun otomatis akan disesuaikan dengan strata pendidikannya. Secara umum, kurikulum ini akan terbagi menjadi dua pembahasan. Pertama adalah pembahasan global warming secara umum, artinya yang akan dikaji adalah segala hal yang bersifat universal dalam global warming, seperti mengapa terjadi global warming, sejarah, hal-hal yang mempengaruhi, efek, dampak, apa yang harus dihindari, apa yang harus dilakukan, penyadaran akan pentingnya lingkungan dan lain sebagainya yang mana hal tersebut berkaitan secara umum dengan global warming.
Kedua adalah Kurikulum Global Warming muatan lokal, sesuai dengan geografis dan keilmuan. Maksud dari sesuai geografis adalah pembahasan global warming diseusaikan dengan lokasi lembaga pendidikan itu berada. Semisal di daerah yang memiliki potensi banjir akibat global warming, maka salah satu titik berat kajian kurikulumnya adalah terkait tentang banjir. Atau jika daerah tersebut bermasalah dengan sampah, maka akan ada kajian pembahasan sampah. Contoh lain jika daerah tersebut didaerah perkotaan, industri, laut, gunung dan sebagainya maka semua kajian akan disesuaikan dengan tipologi daerahnya. Lalu yang dimaksud dengan sesuai keilmuan, maka kajian global warming akan disesuaikan dengan keilmuan yang sedang dipelajari. Contoh di fakultas hukum, maka kurikulum ini akan menuntun dan mengajari mahasiswa untuk membuat undang-undang atau peraturan terkait yang mana hal tersebut sensitif lingkungan. Di fakultas agama, sosial, kedokteran, tekhnik dan sebagainya juga akan dibahas global warming sesuai dengan keilmuan mereka.
Praktikum-praktikum berwawasan lingkungan juga menjadi hal penting dalam kurikulum ini. Sebab, saat ini perwujudan cinta lingkungan hanya dilakukan pada momen-momen tertentu dan bersifat insidental seperti ketika hari bumi mereka menanam seribu pohon, membersihkan lingkungan dan sebagainya namun pada hari esok kegiatan tersebut tidak dilakukan lagi.
Penutup
            Pelestarian bumi merupakan tanggung jawab bersama kita semua. Gerakan-gerakan dan cara-cara yang mengupayakan pelestarian bumi sudah menyebar banyak dan sudah melakukan bukti kongkrit. Hanya saja jangan sampai hal tersebut mengandung unsur-unsur kepentingan kelompok tertentu. Keberhasilan dalam menerapkan kurikulum ini tidak bisa dinilai secara jangka pendek, karena apa yang dilakukan sekarang adalah wujud peduli kita kepada generasi penerus bumi yang akan datang.

*Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UB angkatan 2008. NIM 0811250040