Padahal, Kongres II PSSI di Bali dalam keputusan yang tertuang dalam lembar Keputusan Kongres II PSSI tahun 2011, dengan Nomor: 08/KONGRES-II/PSSI/2011, tertanggal 22 Januari 2011.
menetapkan:
Pertama Merubah Format Kompetisi PSSI tahun 2011/2012 sebagai berikut:
1.LIGA SUPER (ISL) : 18 Klub
2.DIVISI UTAMA : 44 Klub, dibagi empat wilayah
3.DIVISI I : 66 Klub
4.DIVISI II : 100 Klub
5.DIVISI III : Tak Terhingga
Begitu pula dengan pengelola kompetisi. Kongres II PSSI di Bali dalam keputusan yang tertuang dalam lembar Keputusan Kongres II PSSI tahun 2011, dengan Nomor: 10/KONGRES-II/PSSI/2011, tertanggal 22 Januari 2011.
yang menetapkan:
Pertama Melakukan restrukturisasi kepemilikan saham PT. Liga Indonesia dengan komposisi 99% (sembilan puluh sembilan prosen) dimiliki oleh klub anggota PSSI yang mengikuti kompetisi Indonesia Super League dan 1% (satu prosen) dimiliki oleh PSSI
Kedua Struktur kepemilikan saham sebanyak 99% (sembilan puluh sembilan prosen) merupakan saham kolektif yang dimiliki oleh klub peserta Indonesia Super League musim berjalan, dan 1% (satu prosen) merupakan saham khusus (golden share) yang dimiliki oleh PSSI, sekaligus berhak dan harus memberikan perlindungan dari aspek keolahragaan
Ketiga Memerintahkan kepada PT. Liga Indonesia untuk mempersiapkan seluruh proses yang terkait dengan restrukturisasi tersebut termasuk Rapat Umum Pemegang Saham dengan agenda perubahan struktur kepemilikan saham, perubahan anggaran dasar dan rumah tangga, perubahan susunan komisaris dan direksi serta hal-hal lain yang dianggap perlu sehubungan dengan proses
restrukturisasi tersebut dengan tenggat waktu sebelum kompetisi Indonesia Super League musim 2011/2012 dimulai
Keempat Menunjuk PT. Liga Indonesia sebagai pengelola kompetisi Profesional (Liga Super Indonesia dan Divisi Utama)
Kelima Untuk musim kompetisi 2011/2012, PT. Liga Indonesia wajib memberikan kontribusi komersial kepada seluruh klub Liga Super Indonesia sebesar Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) setiap klub, yang diberikan sebelum kompetisi dimulai
Keenam Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Rapat Exco 30 September 2011
Keputusan kontroversi PSSI masih berlanjut dalam rapat Komite Eksekutif PSSI tanggal 30 September 2011, yang membahas dualisme klub. Dengan tiga kasus klub. Masing-masing;
1. Persija Jakarta
2. Arema Indonesia Malang
3. Persebaya Surabaya
Seperti sudah bisa ditebak. PSSI memutuskan memutuskan dan mengesahkan klub yang dikelola oleh manajemen yang pada tahun 2010/2011 mengikuti turnamen Liga Primer Indonesia (LPI).
Hal ini terbukti dalam kasus Klub Persija Jakarta dan Arema Indonesia. Dimana PSSI Djohar memutuskan pengelola Klub yang sah adalah Klub Persija versi Hadi Basalamah dan Arema Indonesia versi Muhammad Nur.
Akibatnya dapat ditebak. Suporter fanatik kedua Klub tersebut menolak keputusan PSSI Djohar. Maka, dualisme Klub tak pernah berakhir. Inilah sumbangan konkret PSSI Djohar Arifin dalam Menciderai Persepakbolaan Nasional dan nyata-nyata bertentangan dengan Tujuan dan Kegiatan PSSI sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Statuta PSSI.
Begitu pula dalam memutuskan Klub Persebaya Surabaya. PSSI seharusnya memutuskan bahwa Persebaya versi Wishnu Wardhana yang sah. Karena yang bermain di kompetisi PSSI pada musim kompetisi sebelumnya adalah Persebaya pimpinan Wishnu Wardhana. Sedangkan Persebaya pimpinan Cholid Goromah, pada kompetisi 2010/2011 tidak bermain di kompetisi PSSI. Melainkan bermain di kompetisi LPI. Tetapi tetap saja, demi mengakomodasi orang-orang LPI, maka PSSI memutuskan Persebaya dengan Ketua Umum Cholid Goromah yang bermain di kasta tertinggi IPL PSSI.
Kini, Persebaya Wishnu Wardhana (sekarang telah berganti pengurus) memilih melanjutkan mengikuti Kompetisi Divisi Utama yang digelar PT Liga Indonesia.
Seperti pada kasus lainnya, PSSI Djohar Arifin tidak pernah bisa menyelesaikan dualisme klub. Arema Malang bahkan kini menjadi tiga Klub. Satu berlaga di ISL. Sedangkan Arema yang berlaga di IPL justru terpecah menjadi dua. Begitu pula dengan Persija Jakarta dan Persebaya Surabaya.
PSSI Djohar Arifin malah dituding “aktif” melahirkan dualisme Klub dengan membentuk Klub-Klub baru yang lahir mendadak menjelang laga kompetisi IPL. Salah satunya adalah PSMS Medan yang berlaga di IPL, yang dibentuk mendadak, karena PSMS ‘asli’ mengikuti kompetisi di ISL (setelah naik peringkat dari Divisi Utama ke ISL, sesuai PO Kompetisi No.07/PO-PSSI/IX/2009).
Pertemuan Ambara 12 Oktober 2011
Menyusul keputusan PSSI Djohar Arifin yang menetapkan jumlah Peserta Kompetisi PSSI tahun 2011/2012 sebanyak 24 klub dan menunjuk PT Liga Prima Indonesia Sportindo sebagai pelaksana Kompetisi PSSI, maka PSSI Djohar Arifin menindaklanjuti dengan mengeluarkan Surat Keputusan Daftar Nama Klub dengan Nomor: KEP/34/JAH/X/2011, tertanggal 2 Oktober 2011.
Dalam SK tersebut tertulis Daftar Nama 24 Klub yang diklaim sebagai Peserta Kompetisi Liga Prima tahun 2011/2012. Sebagai berikut:
1.Persipura 13.Deltras Sidoarjo
2.Arema Indonesia 14.Persijap Jepara
3.Persija Jakarta 15.Bontang FC
4.Semen Padang 16.Persema Malang
5.Sriwijaya FC 17.Persibo Bojonegoro
6.Persisam Samarinda 18.PSM Makassar
7.Persib Bandung 19.Mitra Kukar
8.Persiwa Wamena 20.Persiraja
9.Persela Lamongan 21.PSMS Medan
10.Persiba Balikpapan 22.Persiba Bantul
11.PSPS Pekanbaru 23.Persebaya
12.Pelita Jaya 24.Persidafon Dafonsoro
*) bold undeline adalah klub yang tidak layak.
Apa yang terjadi kemudian? Mayoritas dari 24 Klub yang diundang oleh PT Liga Prima Indonesia Sportindo dalam acara Managers Meeting, yang dilaksanakan di Hotel Ambara, Jakarta pada 12 Oktober 2011, menolak format Kompetisi 2011/2012 yang diputuskan oleh PSSI dan sekaligus menolak keberadaan PT Liga Prima Indonesia Sportindo sebagai pengelola Kompetisi.
Klub-klub Super Liga yang menolak tersebut berpedoman kepada dua hal; yakni Statuta PSSI yang jelas menyebutkan bahwa Kompetisi kasta tertinggi disebut Super Liga dan diikuti 18 Klub (Pasal 23 ayat 1 dan 2), serta hasil Kongres II PSSI tentang format dan penyelenggara kompetisi.
Pertemuan yang dipimpin Ketua Komite Kompetisi PSSI Saudara Sihar Sitorus dan CEO PT Liga Prima Indonesia Sportindo Saudara Wijayanto itu pun berakhir deadlock dan bubar.
Selain menolak format dan penyelenggara kompetisi yang ditetapkan tanpa melalui Kongres, mayoritas Klub ISL anggota PSSI juga menolak keberadaan dua Klub yang telah diberhentikan oleh Kongres II PSSI. Yakni, Klub Persema Malang dan Persibo Bojonegoro.
Seperti diketahui, Kongres II PSSI dalam keputusannya butir keempat dengan tegas menyatakan;
Semua Klub Anggota PSSI dilarang untuk melakukan pertandingan walaupun hanya dalam bentuk persahabatan dengan Klub PERSEMA MALANG dan Klub PERSIBO BOJONEGORO, dan apabila ada Klub Anggota PSSI yang melanggar larangan ini, Klub tersebut akan dikenakan hukuman sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Statuta PSSI dan peraturan-peraturan lainnya
Mayoritas Klub ISL Anggota PSSI juga menolak melanggar Statuta PSSI Pasal 15 butir h, tentang Kewajiban Anggota dimana disebutkan;
Pasal 15, butir h, Statuta PSSI
Tidak menjalin hubungan keolahragaan dengan pihak yang tidak dikenal atau dengan anggotayang diskorsing atau dikeluarkan
Mayoritas pemilik Klub mengingatkan PSSI agar menjalankan Keputusan Kongres II PSSI dan Statuta PSSI yang menjadi acuan tertinggi dalam menjalankan roda organisasi, termasuk dalam menjalankan Kompetisi.
Akibat pertemuan yang deadlock tersebut, lahirlah kebulatan tekad Klub Anggota untuk menolak mengikuti Kompetisi PSSI yang dilaksanakan oleh PT Liga Prima Indonesia Sportindo. Karena hal itu adalah pelanggaran terhadap Statuta PSSI dan mengingkari Keputusan Kongres II PSSI. Sehingga Kompetisi tersebut oleh mayoritas Klub Anggota PSSI dinilai illegal.
Dan kompetisi Liga Prima pun akhirnya hanya diikuti oleh 12 Klub. Itu pun diisi oleh sejumlah Klub yang diberi tiket gratis untuk bermain di Kompetisi strata tertinggi itu. Bahkan, ada beberapa Klub yang dibentuk mendadak, hanya agar Kompetisi Liga Prima dapat berjalan.
Sejumlah klub kloning (palsu) akhirnya tidak mendapat respon dari suporter fanatik klub asli. Sangat jelas terlihat dalam kasus klub Persija, Arema dan PSMS.
Kompetisi Liga Prima pun akhirnya diikuti 12 Klub, sebagai berikut:
1.Persebaya Surabaya (Persebaya 27, sebelumnya LPI)
2.Arema Indonesia (versi Muhammad Nur/LPI)
3.Persija Jakarta (versi Hadi Basalamah/LPI)
4.Semen Padang
5.Persiraja Aceh
6.Persiba Bantul
7.Persema Malang (bukan Anggota PSSI)
8.Persibo Bojonegoro (bukan Anggota PSSI)
9.PSM Makkasar (seharusnya bermain di Divisi I)
10.Persijap Jepara
11.Bontang FC (seharusnya bermain di Divisi Utama)
12.PSMS Medan (dibentuk mendadak)
Sementara 18 Klub memilih tetap mengikuti Kompetisi yang legal dan yang sesuai dengan Statuta dan Keputusan Kongres II PSSI yang diselenggarakan PT Liga Indonesia dengan nama kompetisi Indonesia Super League (ISL).
Ke-18 Klub yang mengikuti ISL tersebut adalah:
1.Persipura (Juara Kompetisi ISL 2010/2011)
2.Sriwijaya FC
3.Persib Bandung
4.Deltras Sidoarjo
5.Persela Lamongan
6.Persiwa Wamena
7.Pelita Jaya
8.Persija Jakarta (versi Ferry Paulus, peserta ISL 2010/2011)
9.Arema Indonesia (versi Rendra, peserta ISL 2010/2011)
10.Mitra Kukar
11.Persiba Balikpapan
12.Persisam Samarinda
13.PSPS Pekanbaru
14.Persidafon Dafonsoro
15.PSMS Medan (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
16.Persiram (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
17.PSAP Sigli (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
18.Gresik United (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
Melihat kenyataan itu, PSSI melalui Komisi Disiplin justru memberi sanksi degradasi dan denda kepada Klub-Klub yang mengikuti Kompetisi ISL.
PSSI juga melarang para pemain ISL untuk meperkuat Tim Nasional. Akibatnya, pelatih Tim Nasional U-23 Saudara Rahmad Darmawan mengajukan pengunduran diri.
Satu lagi sumbangan konkret PSSI Djohar Arifin dalam Menciderai Persepakbolaan Nasional kita.
menetapkan:
Pertama Merubah Format Kompetisi PSSI tahun 2011/2012 sebagai berikut:
1.LIGA SUPER (ISL) : 18 Klub
2.DIVISI UTAMA : 44 Klub, dibagi empat wilayah
3.DIVISI I : 66 Klub
4.DIVISI II : 100 Klub
5.DIVISI III : Tak Terhingga
Begitu pula dengan pengelola kompetisi. Kongres II PSSI di Bali dalam keputusan yang tertuang dalam lembar Keputusan Kongres II PSSI tahun 2011, dengan Nomor: 10/KONGRES-II/PSSI/2011, tertanggal 22 Januari 2011.
yang menetapkan:
Pertama Melakukan restrukturisasi kepemilikan saham PT. Liga Indonesia dengan komposisi 99% (sembilan puluh sembilan prosen) dimiliki oleh klub anggota PSSI yang mengikuti kompetisi Indonesia Super League dan 1% (satu prosen) dimiliki oleh PSSI
Kedua Struktur kepemilikan saham sebanyak 99% (sembilan puluh sembilan prosen) merupakan saham kolektif yang dimiliki oleh klub peserta Indonesia Super League musim berjalan, dan 1% (satu prosen) merupakan saham khusus (golden share) yang dimiliki oleh PSSI, sekaligus berhak dan harus memberikan perlindungan dari aspek keolahragaan
Ketiga Memerintahkan kepada PT. Liga Indonesia untuk mempersiapkan seluruh proses yang terkait dengan restrukturisasi tersebut termasuk Rapat Umum Pemegang Saham dengan agenda perubahan struktur kepemilikan saham, perubahan anggaran dasar dan rumah tangga, perubahan susunan komisaris dan direksi serta hal-hal lain yang dianggap perlu sehubungan dengan proses
restrukturisasi tersebut dengan tenggat waktu sebelum kompetisi Indonesia Super League musim 2011/2012 dimulai
Keempat Menunjuk PT. Liga Indonesia sebagai pengelola kompetisi Profesional (Liga Super Indonesia dan Divisi Utama)
Kelima Untuk musim kompetisi 2011/2012, PT. Liga Indonesia wajib memberikan kontribusi komersial kepada seluruh klub Liga Super Indonesia sebesar Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) setiap klub, yang diberikan sebelum kompetisi dimulai
Keenam Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Rapat Exco 30 September 2011
Keputusan kontroversi PSSI masih berlanjut dalam rapat Komite Eksekutif PSSI tanggal 30 September 2011, yang membahas dualisme klub. Dengan tiga kasus klub. Masing-masing;
1. Persija Jakarta
2. Arema Indonesia Malang
3. Persebaya Surabaya
Seperti sudah bisa ditebak. PSSI memutuskan memutuskan dan mengesahkan klub yang dikelola oleh manajemen yang pada tahun 2010/2011 mengikuti turnamen Liga Primer Indonesia (LPI).
Hal ini terbukti dalam kasus Klub Persija Jakarta dan Arema Indonesia. Dimana PSSI Djohar memutuskan pengelola Klub yang sah adalah Klub Persija versi Hadi Basalamah dan Arema Indonesia versi Muhammad Nur.
Akibatnya dapat ditebak. Suporter fanatik kedua Klub tersebut menolak keputusan PSSI Djohar. Maka, dualisme Klub tak pernah berakhir. Inilah sumbangan konkret PSSI Djohar Arifin dalam Menciderai Persepakbolaan Nasional dan nyata-nyata bertentangan dengan Tujuan dan Kegiatan PSSI sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Statuta PSSI.
Begitu pula dalam memutuskan Klub Persebaya Surabaya. PSSI seharusnya memutuskan bahwa Persebaya versi Wishnu Wardhana yang sah. Karena yang bermain di kompetisi PSSI pada musim kompetisi sebelumnya adalah Persebaya pimpinan Wishnu Wardhana. Sedangkan Persebaya pimpinan Cholid Goromah, pada kompetisi 2010/2011 tidak bermain di kompetisi PSSI. Melainkan bermain di kompetisi LPI. Tetapi tetap saja, demi mengakomodasi orang-orang LPI, maka PSSI memutuskan Persebaya dengan Ketua Umum Cholid Goromah yang bermain di kasta tertinggi IPL PSSI.
Kini, Persebaya Wishnu Wardhana (sekarang telah berganti pengurus) memilih melanjutkan mengikuti Kompetisi Divisi Utama yang digelar PT Liga Indonesia.
Seperti pada kasus lainnya, PSSI Djohar Arifin tidak pernah bisa menyelesaikan dualisme klub. Arema Malang bahkan kini menjadi tiga Klub. Satu berlaga di ISL. Sedangkan Arema yang berlaga di IPL justru terpecah menjadi dua. Begitu pula dengan Persija Jakarta dan Persebaya Surabaya.
PSSI Djohar Arifin malah dituding “aktif” melahirkan dualisme Klub dengan membentuk Klub-Klub baru yang lahir mendadak menjelang laga kompetisi IPL. Salah satunya adalah PSMS Medan yang berlaga di IPL, yang dibentuk mendadak, karena PSMS ‘asli’ mengikuti kompetisi di ISL (setelah naik peringkat dari Divisi Utama ke ISL, sesuai PO Kompetisi No.07/PO-PSSI/IX/2009).
Pertemuan Ambara 12 Oktober 2011
Menyusul keputusan PSSI Djohar Arifin yang menetapkan jumlah Peserta Kompetisi PSSI tahun 2011/2012 sebanyak 24 klub dan menunjuk PT Liga Prima Indonesia Sportindo sebagai pelaksana Kompetisi PSSI, maka PSSI Djohar Arifin menindaklanjuti dengan mengeluarkan Surat Keputusan Daftar Nama Klub dengan Nomor: KEP/34/JAH/X/2011, tertanggal 2 Oktober 2011.
Dalam SK tersebut tertulis Daftar Nama 24 Klub yang diklaim sebagai Peserta Kompetisi Liga Prima tahun 2011/2012. Sebagai berikut:
1.Persipura 13.Deltras Sidoarjo
2.Arema Indonesia 14.Persijap Jepara
3.Persija Jakarta 15.Bontang FC
4.Semen Padang 16.Persema Malang
5.Sriwijaya FC 17.Persibo Bojonegoro
6.Persisam Samarinda 18.PSM Makassar
7.Persib Bandung 19.Mitra Kukar
8.Persiwa Wamena 20.Persiraja
9.Persela Lamongan 21.PSMS Medan
10.Persiba Balikpapan 22.Persiba Bantul
11.PSPS Pekanbaru 23.Persebaya
12.Pelita Jaya 24.Persidafon Dafonsoro
*) bold undeline adalah klub yang tidak layak.
Apa yang terjadi kemudian? Mayoritas dari 24 Klub yang diundang oleh PT Liga Prima Indonesia Sportindo dalam acara Managers Meeting, yang dilaksanakan di Hotel Ambara, Jakarta pada 12 Oktober 2011, menolak format Kompetisi 2011/2012 yang diputuskan oleh PSSI dan sekaligus menolak keberadaan PT Liga Prima Indonesia Sportindo sebagai pengelola Kompetisi.
Klub-klub Super Liga yang menolak tersebut berpedoman kepada dua hal; yakni Statuta PSSI yang jelas menyebutkan bahwa Kompetisi kasta tertinggi disebut Super Liga dan diikuti 18 Klub (Pasal 23 ayat 1 dan 2), serta hasil Kongres II PSSI tentang format dan penyelenggara kompetisi.
Pertemuan yang dipimpin Ketua Komite Kompetisi PSSI Saudara Sihar Sitorus dan CEO PT Liga Prima Indonesia Sportindo Saudara Wijayanto itu pun berakhir deadlock dan bubar.
Selain menolak format dan penyelenggara kompetisi yang ditetapkan tanpa melalui Kongres, mayoritas Klub ISL anggota PSSI juga menolak keberadaan dua Klub yang telah diberhentikan oleh Kongres II PSSI. Yakni, Klub Persema Malang dan Persibo Bojonegoro.
Seperti diketahui, Kongres II PSSI dalam keputusannya butir keempat dengan tegas menyatakan;
Semua Klub Anggota PSSI dilarang untuk melakukan pertandingan walaupun hanya dalam bentuk persahabatan dengan Klub PERSEMA MALANG dan Klub PERSIBO BOJONEGORO, dan apabila ada Klub Anggota PSSI yang melanggar larangan ini, Klub tersebut akan dikenakan hukuman sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Statuta PSSI dan peraturan-peraturan lainnya
Mayoritas Klub ISL Anggota PSSI juga menolak melanggar Statuta PSSI Pasal 15 butir h, tentang Kewajiban Anggota dimana disebutkan;
Pasal 15, butir h, Statuta PSSI
Tidak menjalin hubungan keolahragaan dengan pihak yang tidak dikenal atau dengan anggotayang diskorsing atau dikeluarkan
Mayoritas pemilik Klub mengingatkan PSSI agar menjalankan Keputusan Kongres II PSSI dan Statuta PSSI yang menjadi acuan tertinggi dalam menjalankan roda organisasi, termasuk dalam menjalankan Kompetisi.
Akibat pertemuan yang deadlock tersebut, lahirlah kebulatan tekad Klub Anggota untuk menolak mengikuti Kompetisi PSSI yang dilaksanakan oleh PT Liga Prima Indonesia Sportindo. Karena hal itu adalah pelanggaran terhadap Statuta PSSI dan mengingkari Keputusan Kongres II PSSI. Sehingga Kompetisi tersebut oleh mayoritas Klub Anggota PSSI dinilai illegal.
Dan kompetisi Liga Prima pun akhirnya hanya diikuti oleh 12 Klub. Itu pun diisi oleh sejumlah Klub yang diberi tiket gratis untuk bermain di Kompetisi strata tertinggi itu. Bahkan, ada beberapa Klub yang dibentuk mendadak, hanya agar Kompetisi Liga Prima dapat berjalan.
Sejumlah klub kloning (palsu) akhirnya tidak mendapat respon dari suporter fanatik klub asli. Sangat jelas terlihat dalam kasus klub Persija, Arema dan PSMS.
Kompetisi Liga Prima pun akhirnya diikuti 12 Klub, sebagai berikut:
1.Persebaya Surabaya (Persebaya 27, sebelumnya LPI)
2.Arema Indonesia (versi Muhammad Nur/LPI)
3.Persija Jakarta (versi Hadi Basalamah/LPI)
4.Semen Padang
5.Persiraja Aceh
6.Persiba Bantul
7.Persema Malang (bukan Anggota PSSI)
8.Persibo Bojonegoro (bukan Anggota PSSI)
9.PSM Makkasar (seharusnya bermain di Divisi I)
10.Persijap Jepara
11.Bontang FC (seharusnya bermain di Divisi Utama)
12.PSMS Medan (dibentuk mendadak)
Sementara 18 Klub memilih tetap mengikuti Kompetisi yang legal dan yang sesuai dengan Statuta dan Keputusan Kongres II PSSI yang diselenggarakan PT Liga Indonesia dengan nama kompetisi Indonesia Super League (ISL).
Ke-18 Klub yang mengikuti ISL tersebut adalah:
1.Persipura (Juara Kompetisi ISL 2010/2011)
2.Sriwijaya FC
3.Persib Bandung
4.Deltras Sidoarjo
5.Persela Lamongan
6.Persiwa Wamena
7.Pelita Jaya
8.Persija Jakarta (versi Ferry Paulus, peserta ISL 2010/2011)
9.Arema Indonesia (versi Rendra, peserta ISL 2010/2011)
10.Mitra Kukar
11.Persiba Balikpapan
12.Persisam Samarinda
13.PSPS Pekanbaru
14.Persidafon Dafonsoro
15.PSMS Medan (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
16.Persiram (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
17.PSAP Sigli (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
18.Gresik United (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
Melihat kenyataan itu, PSSI melalui Komisi Disiplin justru memberi sanksi degradasi dan denda kepada Klub-Klub yang mengikuti Kompetisi ISL.
PSSI juga melarang para pemain ISL untuk meperkuat Tim Nasional. Akibatnya, pelatih Tim Nasional U-23 Saudara Rahmad Darmawan mengajukan pengunduran diri.
Satu lagi sumbangan konkret PSSI Djohar Arifin dalam Menciderai Persepakbolaan Nasional kita.
Lapor FIFA/AFC 14 Oktober 2011
Tiga orang Anggota Komite Eksekutif PSSI, masing-masing La Nyalla Mahmud Mattalitti, Robertho Rouw dan Erwin D. Budiawan, mengambil inisiatif untuk melaporkan penyimpangan dan pelanggaran Statuta PSSI oleh kepengurusan PSSI di bawah Ketua Umum Johar Arifin Husin ke FIFA/AFC.
Dalam suratnya, ketiga anggota Komite Eksekutif tersebut melaporkan setidaknya tiga hal pokok. Yaitu;
1. Keputusan PSSI mengubah jumlah peserta kompetisi Super Liga menjadi 24 Klub dari seharusnya 18 Klub.
2. Memasukkan klub yang bukan anggota PSSI dan klub yang tidak layak mengikuti kompetisi Super Liga.
3. Mengganti pelaksana kompetisi dari PT. Liga Indonesia dengan PT. Liga Prima Indonesia Sportindo.
Sikap ketiga anggota Komite Eksekutif ini juga diikuti oleh 15 Klub ISL. Mereka juga melaporkan tentang perubahan jumlah peserta kompetisi kasta tertinggi yang dilakukan PSSI dengan mengabaikan jenjang dan klasemen akhir kompetisi tahun sebelumnya.
Atas surat tersebut, FIFA/AFC pada tanggal 25 Oktober 2011, mengirim surat kepada Sekjend PSSI Tri Goestoro. Dengan isi sebagai berikut;
Bahwa FIFA/AFC memberikan saran terhadap situasi terkini menyangkut penyelenggaraan kompetisi Indonesia Super League (ISL) dapat diselesaikan melalui Kongres PSSI atau melalui Arbitrase dimana Kongres sebagai badan tertinggi PSSI dapat memutuskan keputusan yang final dan mengikat terhadap masalah tersebut.
Atas surat tersebut, empat anggota Komite Eksekutif PSSI, masing-masing; La Nyalla Mahmud Mattalitti, Robertho Rouw, Erwin D. Budiawan dan Tonny Aprilani, pada tanggal 21 November 2011, meminta kepada Sekjend PSSI untuk memasukkan sengketa ISL dan IPL dalam agenda Kongres PSSI terdekat. Keempat Komite Eksekutif PSSI juga meminta respon segera atas surat mereka paling lambat 25 November 2011.
Hingga 25 November 2011, PSSI tidak merespon surat dari empat anggota Komite Eksekutif tersebut.
FPP dengan Exco 16 November 2011
Melihat perkembangan organisasi PSSI yang makin menyimpang, sebanyak 24 Pengurus Provinsi PSSI, yang merupakan anggota PSSI, dalam wadah Forum Pengprov PSSI (FPP), sepakat untuk menemui anggota Komite Eksekutif PSSI.
Pertemuan yang digelar di Surabaya pada tanggal 16 November 2011, menghasilkan kesepahaman bahwa kebijakan organisasi PSSI di bawah kepemimpinan Johar Arifin Husin telah melanggar Statuta PSSI dan tidak menjalankan program kerja yang telah diputuskan dalam Kongres PSSI II di Bali.
Selain dihadiri Pengurus Provinsi, pertemuan di Surabaya juga diikuti sejumlah Klub Divisi Utama.
Forum Pengprov ke PSSI 23 November 2011
Pada tanggal 23 November 2011, 24 Pengurus Provinsi yang tergabung dalam Forum Pengprov PSSI (FPP) mendatangi kantor PSSI untuk bertemu dengan Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin.
Kedatangan FPP tersebut meminta agar Pengurus PSSI di bawah kepemimpinan Johar Arifin Husin untuk kembali ke Statuta PSSI dan melaksanakan program kerja yang telah diputuskan dalam Kongres II PSSI di Bali.
FPP juga meminta agar PSSI segera menggelar Kongres PSSI untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi, dengan mengacu kepada Statuta PSSI.
Kedatangan FPP ke PSSI hanya ditemui oleh Sekjen PSSI Tri Goestoro. Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin tidak berkenan menemui tanpa alasan. Para pengurus Pengprov PSSI yang merupakan Anggota PSSI mengaku kecewa dengan sikap Johar Arifin Husin.
Tiga orang Anggota Komite Eksekutif PSSI, masing-masing La Nyalla Mahmud Mattalitti, Robertho Rouw dan Erwin D. Budiawan, mengambil inisiatif untuk melaporkan penyimpangan dan pelanggaran Statuta PSSI oleh kepengurusan PSSI di bawah Ketua Umum Johar Arifin Husin ke FIFA/AFC.
Dalam suratnya, ketiga anggota Komite Eksekutif tersebut melaporkan setidaknya tiga hal pokok. Yaitu;
1. Keputusan PSSI mengubah jumlah peserta kompetisi Super Liga menjadi 24 Klub dari seharusnya 18 Klub.
2. Memasukkan klub yang bukan anggota PSSI dan klub yang tidak layak mengikuti kompetisi Super Liga.
3. Mengganti pelaksana kompetisi dari PT. Liga Indonesia dengan PT. Liga Prima Indonesia Sportindo.
Sikap ketiga anggota Komite Eksekutif ini juga diikuti oleh 15 Klub ISL. Mereka juga melaporkan tentang perubahan jumlah peserta kompetisi kasta tertinggi yang dilakukan PSSI dengan mengabaikan jenjang dan klasemen akhir kompetisi tahun sebelumnya.
Atas surat tersebut, FIFA/AFC pada tanggal 25 Oktober 2011, mengirim surat kepada Sekjend PSSI Tri Goestoro. Dengan isi sebagai berikut;
Bahwa FIFA/AFC memberikan saran terhadap situasi terkini menyangkut penyelenggaraan kompetisi Indonesia Super League (ISL) dapat diselesaikan melalui Kongres PSSI atau melalui Arbitrase dimana Kongres sebagai badan tertinggi PSSI dapat memutuskan keputusan yang final dan mengikat terhadap masalah tersebut.
Atas surat tersebut, empat anggota Komite Eksekutif PSSI, masing-masing; La Nyalla Mahmud Mattalitti, Robertho Rouw, Erwin D. Budiawan dan Tonny Aprilani, pada tanggal 21 November 2011, meminta kepada Sekjend PSSI untuk memasukkan sengketa ISL dan IPL dalam agenda Kongres PSSI terdekat. Keempat Komite Eksekutif PSSI juga meminta respon segera atas surat mereka paling lambat 25 November 2011.
Hingga 25 November 2011, PSSI tidak merespon surat dari empat anggota Komite Eksekutif tersebut.
FPP dengan Exco 16 November 2011
Melihat perkembangan organisasi PSSI yang makin menyimpang, sebanyak 24 Pengurus Provinsi PSSI, yang merupakan anggota PSSI, dalam wadah Forum Pengprov PSSI (FPP), sepakat untuk menemui anggota Komite Eksekutif PSSI.
Pertemuan yang digelar di Surabaya pada tanggal 16 November 2011, menghasilkan kesepahaman bahwa kebijakan organisasi PSSI di bawah kepemimpinan Johar Arifin Husin telah melanggar Statuta PSSI dan tidak menjalankan program kerja yang telah diputuskan dalam Kongres PSSI II di Bali.
Selain dihadiri Pengurus Provinsi, pertemuan di Surabaya juga diikuti sejumlah Klub Divisi Utama.
Forum Pengprov ke PSSI 23 November 2011
Pada tanggal 23 November 2011, 24 Pengurus Provinsi yang tergabung dalam Forum Pengprov PSSI (FPP) mendatangi kantor PSSI untuk bertemu dengan Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin.
Kedatangan FPP tersebut meminta agar Pengurus PSSI di bawah kepemimpinan Johar Arifin Husin untuk kembali ke Statuta PSSI dan melaksanakan program kerja yang telah diputuskan dalam Kongres II PSSI di Bali.
FPP juga meminta agar PSSI segera menggelar Kongres PSSI untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi, dengan mengacu kepada Statuta PSSI.
Kedatangan FPP ke PSSI hanya ditemui oleh Sekjen PSSI Tri Goestoro. Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin tidak berkenan menemui tanpa alasan. Para pengurus Pengprov PSSI yang merupakan Anggota PSSI mengaku kecewa dengan sikap Johar Arifin Husin.
0 comments
Post a Comment