PENDAHULUAN
Model
rational choice oleh Becker (1968),
secara singkat menjelaskan bahwa keputusan individu melakukan suatu tindakan kejahatan
mempertimbangkan banyak faktor yang terkait dengan manfaat dan biaya yang akan
didapat dan dikeluarkannya. Seorang individu, yang berpotensi melakukan
kejahatan, akan melakukan tindak kejahatan ketika utilitas yang akan ia dapat
lebih tinggi dari kemungkinan hukuman-hukuman yang akan ia dapat jika
tertangkap. Sehingga, secara rasional seorang individu akan menahan diri untuk
melakukan kejahatan apabila kemungkinan ia tertangkap—termasuk kemungkinan
hukuman-hukuman yang akan ia dapat—ditingkatkan.
Pendekaatan
ekonomi lain dalam menganalisis perilaku kriminal salah satunya adalah
pendekatan game theory. Pendekatan
ini menyatakan bahwa setiap usaha untuk meningkatkan atau memberatkan sanksi
hukuman bagi para kriminal justru akan membuat kemungkinan para penegak hukum
untuk menegakkan hukum akan semakin berkurang, namun di sisi lain tidak
mempengaruhi kemungkinan para (calon) kriminal untuk melakukan tindakan
melanggar hukum. Salah satu pionir pendekatan game theory ini adalah Tsebelis (1989, 1990).
Kedua
pendekatan tersebut—rational choice
theory/decision theory dan game
theory—melahirkan banyak perdebatan diantara para ekonom. Sebuah jalan
tengah dimunculkan oleh Pradiptyo (2007) dengan memodifikasi model inpection game yang dikeluarkan oleh
Tsebelis (1989). Pradiptyo (2007) menyatakan bahwa melakukan pencegahan
terhadap kriminal lebih efektif untuk mengurangi kemungkinan para (calon)
kriminal untuk melakukan tindakan melanggar hukum jika dibandingkan dengan
menambahkan hukuman. Teori-teori tersebut bisa diterapkan untuk semua jenis
kriminalitas terutama yang sifatnya konvensional.
Dilihat
dari beberapa teori-teori tersebut, salah satu yang paling dominan adalah peran
dari para penegak hukum, karena aspek pencegahan dan pemberian hukuman menuntut
peran yagn lebih besar dari para penegak hukum. Salah satu aspek yang harusnya
menjadi perhatian dalam hal tersebut adalah perilaku hakim-hakim dalam
pengadilan. Perbedaan pertimbangan dalam setiap keputusan-keputusan oleh para
hakim dalam suatu proses pengadilan bisa berpengaruh juga terhadap pertimbangan
individu untuk melakukan tindak kriminal (Pradiptyo, 2009).
Kerangka
studi mengenai perilaku para hakim dengan pendekatan ekonomi salah satunya
dikemukakan oleh Posner (2005). Para hakim seringkali membuat keputusan yang
berbeda-beda untuk kasus-kasus yang sebenarnya bisa dibilang sama. Para hakim,
sepertinya halnya individu rasional lain, adalah individu-individu yang memaksimumkan
utilitasnya (Posner, 2005).
Salah
satu bentuk kriminalitas yang sedang menjadi sorotan dan concern pemerintah Indonesia saat ini adalah tindak pidana terhadap
anak. Salah satu contohnya adalah pro dan kontra tentang usulan hukuman kebiri
bagi para paedofil[1]. Tindak pidana tehadap
anak di atur dalam Undang-undang (UU) Perlindungan Anak. Dalam Undang-undang
(UU) nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak[2],
anak-anak adalah mereka yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan. Tindak pidana terhadap anak di Indonesia
dikategorikan sebagai salah satu bentuk pidana khusus dengan sub-kategori anak[3].
Dalam Undang-undang (UU) nomor 35 Tahun 2014
tentang Perlindungan Anak, ada 11 pasal yang merupakan larangan untuk melakukan
beberapa tindakan terhadap anak dan 11 pasal yang mengatur sanksi serta hukumannya.
Berdasarkan data putusan dari Mahkamah Agung (MA) Indonesia tentang tindak
pidana terhadap anak, hukuman penjara dan denda yang diterima oleh para pelaku
pidana bervariasi.
Berdasarkan hal-hal yang telah
dijelaskan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menaksir dan
memperkirakan keputusan hakim MA dalam memutuskan perkara tindak pidana
terhadap anak dengan menggunakan pendekatan ekonometrika.
PERTANYAAN
PENELITIAN
1.
Bagaimana
keputusan-keputusan Mahkamah Agung tentang tindak pidana terhadap anak di
Indonesia?
2.
Faktor apa yang
mempengaruhi keputusan Mahkamah Agung dalam kasus tindak pidana terhadap anak
di Indonesia?
3.
Faktor apa yang
menjadi pertimbangan hukuman (penjara dan denda) oleh Mahkamah Agung dalam
kasus tindak pidana terhadap anak di Indonesia?
METODOLOGI
1.
Jenis dan Sumber
Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data
putusan Mahkamah Agung (MA) dengan kategori Pindana Khusus dan sub-kategori Anak
kemudian dipilih putusan-putusan dari MA tentang tindak pidana anak dengan anak
sebagai korbannya dari tahun 2010 sampai tahun 2014. Sumber data penelitian ini
adalah situs resmi publikasi putusan MA[4].
2.
Analisis Data
a.
Analisis
Deskriptif
Analisis
Deskriptif digunakan untuk memberi gambaran secara umum tentang putusan-putusan
MA tentang tindak pidana dengan anak sebagi korbannya dengan cara menyajikan
data tabulasi statistik.
b.
Model Logit
Penggunaan
model logit digunakan untuk model yang variabel terikatnya berupa data
klasifikasi. Regresi logistik (logit) adalah regresi yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh variabel independen terhadap satu variabel dependen yang
merupakan variabel dummy. Pada teknik
analisis regresi logistik tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi
klasik pada variabel bebasnya (Gujarati, 2010).
Dalam
penelitian ini, model logit digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
keputusan hakim MA—bersalah atau tidak bersalah—dalam mengambil keputusan untuk
kasus pidana terhadap anak.
c.
Model Tobit
Model rergresi
Tobit pertama kali
dikemukakan oleh James Tobin
pada 1958. Banyak penelitian
menggunakan alat analisa regresi berganda OLS (Ordinary
Least Square). Namun, untuk analisis menggunakan variabel terikat yang terbatas
(limited), yaitu nilai dari variabel
terikat lebih dari sama dengan nol, OLS tidak dapat digunakan karena parameter
yang dihasilkan oleh OLS mengalami bias dan juga tidak konsisten. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka digunakan model regresi tobit.
Dalam
penelitian ini, regresi tobit digunakan untuk menaksir faktor-faktor yang
menjadi pertimbangan lamanya atau besaran hukuman untuk terdakwa kasus pidana
terhadap anak oleh hakim Mahkamah Agung. Karena dalam keputusan para hakim
terdapat putusan “tidak bersalah”, artinya hukuman adalah sama dengan nol. Maka
model tobit yang digunakan dalam penelitian ini.
REFERENSI
Becker, Gary S., 1968. ‘Crime and
punishment: an economic approach’, Journal of Political Economy, 76(2):
169-217.
Gujarati, Damodar N. & Dawn C.
Porter. 2009. Basic Econometric, 5th Edition, New York, McGraw Hill.
Posner, Richard A., 2005. ‘Judicial
behavior and performance: an economic approach’, Florida State University Law Review, 32: 1259 – 1280.
Pradiptyo, Rimawan, 2007. ‘Does
punishment matter?: a refinement of the inspection game’, Law and Economics, 3(2): 197-219.
Pradiptyo, Rimawan, 2009. ‘A certain
uncertainty; assessment of court decisions in tackling corruption in Indonesia’,
SSRN Working Paper Series.
Tsebelis, George, 1989. ‘The abuse of probability
in political analysis: The Robinson Crusoe fallacy’, The American Political Science Review, 83: 77 – 91.
Tsebelis, George, 1990. ‘Penalty has no
impact on crime? a game theoretical analysis, Rationality and Society, 2: 255 – 286.
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perlindungan Anak.
http://putusan.mahkamahagung.go.id/
[1] Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), paedofil adalah orang dengan orientasi
seksual terhadap anak-anak.
[2] Perubahan dari UU no. 23 tentang
Perlindungan Anak.
[3]
Dalam situs resmi publikasi putusan Mahkamah Agung (MA): http://putusan.mahkamahagung.go.id/
[4] (http://putusan.mahkamahagung.go.id/)
0 comments
Post a Comment