Please leave a comment

Saturday, November 25, 2023

Visi Ekonomi 3 Pasangan Capres-Cawapres: Realistiskah?


Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan nomor urut tiga pasangan Calon Presiden - Wakil Presiden untuk pemilu 2024 pada selasa malam (14/11). Artinya, kontestasi 2024 sudah benar-benar resmi akan diikuti oleh ketiga pasangan tersebut. Kita sebagai pemilih sudah sepatutnya mengetahui visi-misi yang mereka ajukan dalam kontes kali ini. Salah satu hal menarik untuk dibahas adalah visi-misi ketiganya terkait dengan target pertumbuhan Ekonomi jika mereka terpilih.

Jika kita lihat, setiap pasangan memiliki target pertumbuhan Ekonomi yang berbeda-beda, mulai dari pasangan nomor urut 1 yang menargetkan 5,5 - 6,5 persen pertahun; nomor urut 2 yang menargetkan 6-7 persen; dan pasangan nomor urut 3 dengan target 7 persennya. Tapi apakah itu realistis? Mari kita ulas.

Salah satu variabel yang memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah ICOR (Incremental Capital Output Ratio). ICOR didefinisikan sebagai angka yang menunjukkan besarnya modal yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen. Semakin kecil ICOR maka artinya kita semakin efisien dalam penggunaan modal. 

Mengutip pernyataan dari Menko Perekonomian Arilangga Hartanto pada Agustus 2023, ICOR Indonesia berada di angka 7,6. Dengan kata lain jika kita bermaksud untuk mencapai pertumbuhan 7 persen misalnya, maka kita membutuhkan modal sebanyak 7,6 x 7 persen = 53,2 persen PDB. Ya, itu bukan sesuatu yang kecil karena angka persentase itu adalah persentasenya terhadap PDB. Di sisi lain, tabungan domestik kita anggaplah ada di angka 38 persen dari PDB. Maka ada selisih 53,2 - 38 persen yakni 15,2 persen. Jadi kita butuh 15,2 persen lagi tambahan modal. Jika diasumsilan PDB kita 20.000 Triliun, maka butuh 3.000-an Triliun tambahan modal untuk mencapai pertumbuhan 7 persen!

Angka inilah yang kemudian membuat pemerintah secara terbuka mengajak dunia untuk berinvestasi di Indonesia. Tentunya itu hal yang sulit, jika indeks kemudahan berbisnis kita masih buruk dan kepastian hukum tidak ditemukan. Maka kemudian pilihannya ada dua, menaikkan rasio pajak terhadap PDB entah bagaimana caranya atau menarik utang agar perekonomian terus bertumbuh. Itulah mengapa kita mengadakan Tax Amnesty untuk menaikkan penerimaan pajak dan membuat Omnibus Law UU Cipta Kerja untuk perbaikan kepastian hukum.

Kembali ke visi-misi ekonomi tiga pasangan Capres, maka sebenarnya itu bisa jadi realistis dengan sarat pertamanya adalah menurunkan dulu angka ICOR, kemudian menaikkan rasio pajak, dan menciptakan kepastian hukum. Untuk mencapai itu, artinya butuh Reformasi Kelembagaan. Kelembagaan yang efektif akan berujung pada efisiensi. Kelembagaan yang efektif dalam setiap transaksi ekonomi akan menciptakan efisiensi dalam perekonomian. Regulasi atau aturan main yang jelas akan mendorong investor mau berinvestasi dan masyarakat tidak ragu membayar pajak. 

Jika tidak mampu, ya terpaksa menarik utang dan utang lagi. 

Monday, July 3, 2023

AGAMA, POLITIK, DAN IDEOLOGI BANGSA: Catatan Demokrasi Kita

Hingar-bingar pemilihan umum tahun 2024 sudah mulai dirasakan bahkan sejak akhir 2022. Politik identitas mendadak menjadi komoditas utama bagi media massa dalam berbagai macam pemberitaan terkait Pemilu 2024. Bukan hal baru, sejak Pemilu 2014 isu polarisasi keagamaan sudah mulai menghangat dan mencapai puncaknya pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Di tahun yang sama, muncul gerakan masyarakat islam yang timbul akibat seorang public figure non-muslim yang dianggap menistakan agama islam yang juga menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. Sejak saat itu, bibit-bibit polarisasi dan politik identitas mulai menampakkan tunasnya.

Politik identitas secara singkat didefinisikan sebagai politik yang memanfaatkan kesamaan identitas suku, agama, dan ras menjadi sebuah keuntungan elektoral. Sialnya, identitas yang menjadi isu paling berpengaruh di dalam perpolitikan Indonesia adalah Agama. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beraga islam, tentu polarisasi agama dianggap akan sangat menguntungkan. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan adanya pengkotakan ideologi dalam perpolitikan negara Demokrasi seperti Indonesia, selama itu hanya sebatas adu gagasan dalam ruang-ruang publik dan tidak memuculkan kekerasan dan radikalisme. Di negara manapun, adu ideologi adalah hal yang lumrah. Di Negara tetangga, Malaysia misalnya, bahkan pengkotakan ras sangat terlihat jelas dengan adanya partai-partai politik yang merujuk pada ras tertentu.

Sayangnya, di Indonesia, adu-adu gagasan dan ideologi terutama di luar ideologi bangsa menjadi hal yang tabu untuk dilakukan, bahkan mereka yang berani memunculkan gagasan ideologi berbeda dalam ruang publik bisa menjadi musuh negara dan menjadi pesakitan dengan cara dipidanakan. Idealnya, di dalam sebuah negara demokrasi, diskursus gagasan dan ide tidak layak untuk dibunuh dengan dalih melanggar hukum. Biarlah masyarakat kita menjadi dewasa dengan memilih apa yang menurut mereka cocok bagi mereka. Itu adalah proses pendewasaan masyarakat. Artinya kita tidak perlu khawatir bahwa gagasan dan ide yang dianggap bertentangan dengan Pancasila akan semakin besar jika masyarakat kita sudah paham akan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Jika kita yakin bahwa Ideologi Pancasila sudah mengakar dan mandarah daging di dalam keseharian masyarakat Indonesia, maka kita tidak perlu takut dengan pihak-pihak yang berusaha mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Namun jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka perlu dipertanyakan bagaimana proses penanaman nilai-nilai Pancasila selama ini dilakukan, apakah sudah dalam jalur yang benar ataukah belum.

Pembubaran ormas-ormas berideologi khilafah yang tertulis dalam Angaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) nya seharusnya dipertegas dengan alasan yang lebih demokratis bagi sebuah negara hukum— misalnya, “mereka memang memiliki ideologi di luar ideologi Pancasila tetapi karena mereka menggunakan jalan kekerasan, artinya mereka melanggar hukum, maka mereka layak untuk dibubarkan”. Sejarah sudah membuktikan bahwa pemaksaan ideologi dengan jalan kekerasan tidak akan pernah berhasil. DI/TII atau NII adalah buktinya. Yang kita perangi bukanlah Ide datau Gagasan, tetapi kekerasan dan radikalisme karena keduanya adalah musuh utama demokrasi. Jadi sekali lagi, dalam demokrasi, dikursus ideologi dan gagasan dalam ruang publik bukanlah sesuatu yang harus dibunuh. Sebaliknya, biarlah itu menjadi warna dari sebuah demokrasi dan menjadi proses pendewasaan politik bagi masyarakat.

Sistem demokrasi yang memberangus hak-hak berpendapat justru akan semakin menunjukkan kemunduran demokrasi di suatu negara, mungkin itu juga yang membuat nilai indeks demokrasi kita di 2023 masih dalam kategori Partly Free menurut organisasi Freedom House dengan nilai 58/100 (https://freedomhouse.org/country/indonesia/freedom-world/2023). Biarlah calon-calon pemimpin bangsa ini beradu gagasan di ruang publik tentunya dengan menggunakan data dan fakta yang akurat, bukan hoaks apalagi fitnah. Jika kita melihat kampanye-kampanye politik di negara demokratis lain seperti Amerika Serikat misalnya, maka kita akan melihat bagaimana para calon saling menjatuhkan dengan kalimat-kalimat yang bisa dibilang bagi kita ‘sangat kasar’ atau kita dan dunia mengistilahkannya dengan ‘Kampanye Negatif’. Ingat, bukan ‘Kampanye Hitam’ atau Black Campaign.  

Polarisasi dan politik identitas memang sangat meresahkan apalagi jika sampai menimbulkan kerusuhan, akan tetapi jika kita melihatnya dari sudut pandang sistem demokrasi maka itu adalah sesuatu yang sangat wajar. Toh, partai-partai politik kita sudah diframing menjadi beberapa golongan seperti Partai Islam dan Partai Nasionalis, meskipun kebanyakan partai selalu mencoba menjadi golongan tengah dengan menamakan dirinya sebagai partai Nasionalis Religius atau Religius Nasionalis. Kita memang dikenal dengan ideologi Pancasila yang dianggap sebagai ideologi tengah yang mengakomodir semua kepentingan golongan, bukan ideologi ekstrim kanan atau ekstrim kiri. Akan tetapi, jangan juga kita menjadi bangsa yang dianggap memiliki ideologi Ekstrim Tengah


Sunday, February 10, 2019

Tata Kelola Manajemen UMKM: Kajian POAK pada Unit Usaha Kerajinan Sanitair Kota Malang

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dalam mata kuliah manajemen kita mengenal istilah fungsi-fungsi manajemen. Fungsi-fungsi manajemen tersebut merupakan dasar yang harus diketahui dan dilakukan bagi semua organisasi baik itu perusahaan maupun lainnya. Fungsi-fungsi manajemen tersebut ialah perencanaan, pengorganisasian, pengimplementasian, dan pengendalian. Sebagai seorang manajer, pastinya tidak akan dapat melakukan keempat fungsi tersebut secara sempurna karena para manajer akan sangat sibuk dan kesibukannya pun akan terpecah-pecah. Sehingga penting untuk kita melakukan observasi secara langsung tentang bagaimana pengaplikasian keempat fungsi manajemen tersebut dalam suatu organisasi (perusahaan).

1.2  Tujuan

Tujuan yang dapat kita peroleh dari pembuatan makalah ini yaitu kita dapat mengetahui aplikasi nyata (riil) tiap-tiap fungsi manajemen dalam suatu perusahaan. Kita juga dapat mengetahui seberapa keefektifan dari fungsi-fungsi manajemen tersebut.

BAB II
PE
MBAHASAN

2.1 Gambaran Umum

Nama Perusahaan                    : UD Putra Pendowo
Pemilik                                    : Bapak Hence
Lokasi                                     : Candi 2, Karang Besuki.
Produk Yang Dihasilkan         : Interior dan Sanitair

2.2  Pembahasan Aplikasi Fungsi Manajemen

2.2.1        Perencanaan

Perencanaan (Planning) adalah proses penetapan tujuan yang akan dicapai dan memutuskan tindakan tepat yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut (Bateman, 2014). Aktivitas perencanaan termasuk manganalisi situasi saat ini, mengantisipasi masa depan, menentukan sasaran, memutuskan dalam aktivitas apa perusahaan akan terlibat, memilih strategi dan menentukan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasionalnya.
Dalam Perusahaan UD Putra Pendowo, Bapak Hence selaku pemilik perusahaan tersebut mengaku bahwa usaha tersebut sudah dari dulu ada yang artinya beliau mendapat warisan dari generasi sebelumnya. Perusahaan tersebut berdiri di atas tanah yang dimiliki oleh Bapak Hence bukan dengan menyewa lahan. Perusahaan Pak Hence mempunyai tujuan yaitu mengahasilkan karya kerajinan bidang interior dan sanitair yang memiliki keunggulan dibandingkan perusahaan lainnya serta tentunya agar dapat meraih keuntungan besar. Bapak Hence mengaku bahwa strategi yang beliau pilih dalam menghadapi faktor internal yaitu mengahadapi para pesaing adalah dengan tetap melihat perkembangan zaman (up to date) serta mengikuti selera pelanggan sehingga produk yang dihasilkan tetap inovatif dan tidak akan membuat pelanggan bosan. Hasil karya UD Pendowo ini telah mencapai aktivitas perdengangan luar kota bahkan luar pulau yang disebutkan dalam wawancara ini yaitu hasil karya yang dikirim hingga ke NTT. Pak Hences berharap bahwa produknya akan mencapai pasaran luar negeri. Dengan sumber daya yang mudah untuk ditemukan di daerahnya (Malang), Pak Hence mengaku tidak mengalami kesulitan yang berarti dalam memproduksi kerajinannya.

2.2.2        Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah mengumpulkan dan mengorganisasikan manusia, keuangan, fisik, informasi, dan sumber daya lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama (Bateman, 2014). Aktivitas pengorganisasian termasuk menarik orang ke dalam organisasi, menyusun tanggung jawab pekerjaan, mengelompokkan pekerjaan ke dalam unit-unit kerja, mengumpulkan dan mengalokasikan sumber daya, dan menciptakan kondisi sehingga orang dan berbagai hal bekerja sama untuk mencapai kesuksesan maksimal.
Dalam Perusahaan UD Putra Pendowo, Bapak hence sebagai pemilik tidak memiliki manajer, memiliki 12 karyawan tetap dimana 12 karyawan tersebut dibagi menjadi 3 pembagian kerja (division of work) sebagai berikut:
1.      Pencetok : Tugas Pencetok adalah membuat cetakan nya, setelah dibuat model cetakannya, karyawan yang bertugas sebagai pencetok ini
2.      Pemasak : Setelah dicetok, tugas selanjutnya adalah tugas pemasak. Dimana tugas si pemasak ini memanaskan agar bahan yang sudah dicetok tadi mengeras. Sehingga hasil cetakan tersebut dapat di proses ke tahap selanjutnya.
3.      Pemasang : Setelah dimasak / dipanaskan, bahan – bahan yang sudah dipanaskan tadi dipasang sesuai dengan desain yang diminta.
Setiap pembagian kerja tersebut di ada 4 karyawan. Dalam setiap divisi tidak ada ketua divisi sehingga semua karyawan tersebut langsung bertanggung jawab atas pekerjaannya kepada Bapak Hence. Perekrutan karyawan tersebut tidak menggunakan seleksi / semacamnya, Bapak Hence menginginkan meraka yang bekerja disini mampu bekerja secara fisik, jadi mereka harus memiliki fisik yang kuat dan untuk masalah bisa atau tidaknya semisal dalam mencetok, Bapak Hence mengaku lama-kelamaan disini bisa dengan sendirinya.

2.2.3        Fungsi Pengimplementasian

Fungsi pengimplementasian (Directing) yakni implementasi strategi dan taktik yang telah disusun dan dijalankan oleh individu-individu dalam susunan organisasi sesuai dengan tugasnya masing-masing agar tujuan organisasi tercapai (Bateman, 2014). Disini manajer melakukan interaksi harian dengan orang-orang, memandu dan menginspirasi mereka dalam mencapai tujuan tim dan organisasionalnya.
           Dalam perusahaan UD Putra Pendowo, pegawainya sangat mudah diatur, sehingga dapat melancarkan proses pekerjaan mereka dan bisa mendapatkan hasil yang baik. Pemasaran kerajinan dari UD Putra Pendowo ini juga sangat lancar hingga barang bisa dikirim ke luar daerah seperti NTT. Bapak Hence mengaku bahwa pesaing dari perusahaan ini juga lumayan banyak, namun beliau tidak takut menghadapinya karena itu semua tergantung bagaimana cara manajer dapat mempertahankan bahkan meningkatkan kulitas bahan/produknya.

2.2.4        Fungsi Pengendalian

Pengendalian (Controlling) merupakan fungsi manajemen untuk memonitor kinerja dan melakukan perubahan yang dibutuhkan. Dengan pengendalian, manajer memastikan bahwa sumber daya organisasi digunakan sesuai dengan yang direncanakan dan organisasi dapat mencapai tujuan-tujuannya dengan efektif dan efisien (Bateman, 2014). Pada saat manajer melaksanakan rencana, mereka sering menemukan sesuatu yang tidak sesuai rencana. Fungsi pengendalian memastikan tujuan tercapai.
Perusahaan UD Putra Pendopo dalam melakukan evaluasi pekerjaan adalah Bapak Hence tidak langsung memarahi bawahannya atau langsung memecat bawahannya tapi dia menggunkana cara dengan berkomunikasi kepada bawahannya agar bawahannya tidak melakukan kesalah lagi. Dalam hal ini dapat dikatakan manajer melakukan komunikasi dan memberi motivasi kepada karyawan baik secara individu maupun kelompok.





BAB III
PEN
UTUP

3.1 Kesimpulan

Dari observasi yang telah kami lakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagai seorang manajer / pemilik harus memberikan perhatian yang cukup terhadap keempat fungsi manajemen tersebut. Agar semua rencana dapat berjalan dengan lancar dan tepat. Pemilik / manajer yang hebat adalah dia yang berhasil melakukan 4 fungsi manajemen, karena apabila seorang manajer sudah melakukan 4 fungsi tersebut berarti manajer serius menangani perusahaan tersebut sehingga perusahaan tersebut bisa berkembang dengan baik. Hasil observasi terhadap perusahaan UD Putra Pandowo dimana Pak Hence sebagai manajer kami rasa telah cukup dalam mengaplikasikan keempat fungsi manajemen tersebut meskipun masih sangat sederhana.

3.2 Saran

            Setelah melakukan observasi, menurut kelompok kami saran yang pertama ialah apabila UD PUTRA PENDOWO ingin lebih produktif dan mencapai pasaran ekspor ke luar negeri Pak Hence harus membuat lebih banyak macam desain yang tentunya masih up to date dan mengikuti selera konsumen serta dapat juga memnafaatkan media sosial untuk mempromosikan produknya entah itu melalu facebook, instagram, dan lain sebagainya sehingga masyarakat sebagai sasaran penjualannya akan lebih mudah mengetahui dan lebih tertarik untuk membelinya. Kedua yaitu masalah pembagian kerja, sebaiknya dalam setiap divisi terdapat seorang ketua yang dapat memimpin, mengawasi, dan mengendalikan bagaimana para anggota tersebut bekerja setiap masing-masing bagiannya. Dengan begitu maka akan lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan bersama.

Saturday, March 17, 2018

Kontradiksi : Kondisi Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Pendahuluan
            Pembangunan ekonomi merupakan salah satu tujuan setiap negara. Seringkali keberhasilan pembangunan ekonomi hanya diukur melalui pertumbuhan ekonomi. Padahal dalam realitanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mencerminkan kesejahteraan masyarakat yang tinggi pula. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki kondisi yang cukup kontradiktif dengan pemerataan kesejahteraan masyarakat, yang merupakan salah satu indikator dalam pembangunan manusia.   
            Pembangunan manusia mempunyai 4 indikator utama yaitu produktifitas (productivity), pemerataan (equity), kesinambungan (suntainability), dan pemberdayaan (empowerment) (Feriyanto, 2014). Sejatinya pembangunan ekonomi tidak semata-mata dinilai dari aspek moneter tetapi juga dari aspek kesejahteraan (wellbeing) secara luas, sehingga tujuan pembangunan tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi semata. Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu  yang menjadi komponen penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). Pembangunan manusia merupakan salah satu indikator terciptanya pembangunan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
            Solow mendefinisikan pertumbuhan ekonomi selalu bersumber dari satu atau lebih dari tiga faktor peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja yaitu melalui pertubuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan, penambahan modal dan teknologi. Sedangkan salah satu alat untuk mengukur indeks pembangunan kualitas dan kuantitas tenaga kerja adalah IPM (Todaro, 2006). IPM berperan penting dalam pembangunan perekonomian sebab pembangunan manusia yang baik dan berkualiatas akan menjadikan faktor-faktor produksi mampu di maksimalkan. Selain itu pembangunan manusia yang tinggi mengakibatkan jumlah penduduk akan  meningkat dan akan menaikkan tingkat konsumsi. Hal ini akan mempermudah untuk menggalakkan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2006).
            Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata tidak selalu mampu mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pendapatan. Di beberapa negara berkembang pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata diikuti oleh peningkatan ketimpangan. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil namun HDI Indonesia sangat rendah. Data yang ada menunjukkan, ketika pertumbuhan ekonomi meningkat di Indonesia, ternyata ketidakmerataan pendapatan yang diukur dengan indeks Gini juga meningkat, tetapi kemiskinan cenderung menurun. Dengan kata lain, semakin tinggi pertumbuhan, memang jumlah dan tingkat kemiskinan cenderung menurun, tetapi kesenjangan antara si kaya dan si miskin cenderung kian lebar saat pertumbuhan semakin meningkat di Indonesia selama periode 2000-2012.
            Sebuah program pembangunan di bawah PBB (UNDP) dalam laporan pembangunan manusia tahun 2016 tercatat data Indeks Pembangunan Manusia Indonesia pada 2015 berada di peringkat 113, turun dari posisi 110 di 2014. Dilansir dari detikfinance, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun belakangan berada di level 5%. Di tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 5,02% dan di tahun 2015 berada di level 4,79%.Dari gambaran tersebut, adanya ketidaksesuaian kondisi pertumbuhan ekonomi dengan kondisi pembangunan manusia di Indonesia.Oleh karena itu, dalam artikel ini dipilih judul “Kontradiksi :Kondisi Pembangunan manusia dan pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.
Teori
            Perdebatan tentang indikator pembangunan ekonomi sudah lama terjadi. Indikator pembangunan yang telah digugat oleh kalangan ekonomi maupun non ekonomi yaitu pendapatan per kapita yang sebagai ketidak nyataan indikator tersebut, dan kemudian muncul beberapa indikator baru. Dimana indikator tersebut secara umum berfokus pada pembangunan manusia. Modal manusia atau yang sering disebut dengan human capital, merupakan istilah dalam ekonomi yang digunakan untuk menggambarkan tingkat pengetahuandan keterampilan yang diperoleh pekerja melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Meskipun pendidikan, pelatihan dan pengalaman bersifat abstrak, modal manusiamampu meningkatkan kemampuan produksi barang dan jasa pada suatu wilayah yangpada akhirnya akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan Ekonomi menunjukkan adanya kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan peningkatan produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dan diikuti oleh peningkatan kemakmuran masyarakat yang biasanya dilihat dari pendapatan domestik regional bruto. Menurut BPS (2010), Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah Produk Domestic Regional Bruto (PDRB). Definisi PDRB adalah total nilai tambah barang Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu wilayah yang terus menunjukkan peningkatan menggambarkan bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut berkembang dengan baik. Pertumbuhan ekonomi sering dijadikan acuan sebagai indikator keberhasilan ekonomi di suatu wilayah (Heru, 2015).
            Upaya yang telah dilakukan oleh United Nations Development Program (UNDP) dalam Human Development Reports  yang terbit berkala setiap tahun.  Dimulai tahun 1990, tema dari report ini adalah pembentukan dan penajaman ulang mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index  (HDI). HDI mencoba melakukan pemeringkatan semua negara dari skala 0 (tingkat pembangunan manusia yang paling rendah) hingga 1 (tingkat pembangunan manusia yang tertinggi).
            Tujuan dari pembangunan manusia itu sendiri terdapat 3 komponen utama yaitu: masa hidup (longevity) yang diukur melalui usia harapan hidup, pengetahuan (knowledge) yang diukur melalui kemampuan baca tulis orang dewasa secara tertimbang, dan rata-rata tahun bersekolah, serta standar kehidupan (standar of living) yang diukur melalui pendapatan perkapita, disesuaikan dengan paritas daya beli). Berdasarkan informasi dari BPS, bahwa Indeks Pembangunan manusia ialah ukuran pencapaian pembangunan berbasis sejumlah indikator dasar kualitas hidup .Manfaat bagi IPM ialah data akurat karena disamping sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).
Tujuan pengukuran IPM sendiri secara singkat diantaranya:
1.      Membangun indikator yang mampu mengukur dimensi pondasi pembangunan manusia serta perluasan kebebasan memilih.
2.      Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran tersebut secara sederhana dan mudah.
3.      Membentuk satu indeks komposit dari pada melalui sejumlah  indeks dasar.
4.      Menciptakan suatu ukuran dari segi sosial dan ekonomi.
            IPM adalah indeks komposit yang dihitung menjadi rata-rata sederhana dari tiga indeks dari dimensi yang menjelaskan kemampuan dasar manusia dalam memperluas pilihan-pilihan. Rumus umum yang dipakai adalah sebagai berikut (UNDP, 2013). Tingkat pembangunan manusia yang tinggi  menentukan kemampuan penduduk untuk menyerap dam mengelola sumber pertumbuhan ekonomi, yang berhubungan  dengan teknologi ataupun instansi sebagai sarana vital untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Di negara berkembang, akibat adanya pertumbuhan penduduk ialah pembangunan rendah karena kondisi yang berlaku  berbeda dengan kondisi serta situasi pada negara berekonomi maju. Lebih dari itu, karena tiadanya perencanaan tenaga kerja, maka tidak ada yang dilakukan demi untuk menyesuaikan permintaan dan penawaran berbagai jenis keterampilan kritis. Akibatnya, “Hanya beberapa negara yang mampu menyerap lulusan universitas yang kurang terlatih secara lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi umum mereka”(Jhingan, 2008).
            Laporan Pembangunan Manusia oleh United National Development Program (UNDP) menyatakan bahwa pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua hal dua hal yang tidak sapat dipisahkan, keduanya memiliki hubungan satu sama lainnya. IPM berperan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Penduduk yang berkualitas baik dapat meningkat memaksimalkan dan berinovasi mengembangkan faktor-faktor produksi yang ada. Pembangunan manusia sangat perlu mendapat perhatian dimana banyak negara berkembang termasuk Indonesia yang berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi tidak dengan indeks pembangunan manusianya dyang didalamnya terdapat indikator kesejahteraan, pendidikan, angka harapan hidup. Kemudian banyak negara maju yang mempunyai pendapatan yang tinggi ternyata tidak berhasil dalam mengurangi masalah-masalah sosial bahkan ketimpangan sosial. Beberapa negara mempunyai pendapatn rendah mampu mencapai pada tingkat pembangunan manusia yang tinggi karena negara tersebut mampu melaksanakan semua sumber daya untuk me-ngembangkan kemampuan dasar manusia secara bijak-sana (UNDP, 1990).
            Anggoro (2015) dalam hasil penelitiannya menjelaskan pengaruh pertumbuhan ekonomi dan persentase penduduk miskin, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan kesehatan, dan ketimpangan distribusi pendapatan berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia. Di sisi lain, banyaknya penduduk berkualitas tinggi akan mendorong kenaikan dan melakukan konsumsi yang pada akhirnya akan mempermudah penggalakan pertumbuhan ekonomi (Nurwijayanti, 2017). Akumulasi modal memliki peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini pengertian modal menyangkut modal ilmu pengetahuan (knowledge capital) dan modal insani (human capital).
            Pada tahun 2016, angka IPM Indonesia sebesar 70, 18. IPM Indonesia tumbuh 0,91 persen atau bertambah 0,63 poin dibandingkan IPM tahun 2016. Namun pertumbuhan tersebut sedikit lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 0,93 persen (BPS Pusat).Dalam kurun waktu 2011─2016, PDB per kapita atas dasar harga berlaku terus mengalami peningkatan, yaitu sebesar Rp32,4 juta (tahun 2011), sebesar Rp35,1 juta (tahun 2012), sebesar Rp38,4 juta (tahun 2013), sebesar Rp41,9 juta (tahun 2014), sebesar Rp45,1 juta (tahun 2015), dan sebesar Rp48,0 juta (tahun 2016) (BPS Pusat). Titik berat pembangunan nasional Indonesia sesungguhnya sudah menganut konsep komponen inikator pembangunan manusia, dimana konsep pembangunan manusia seutuhnya yang menghendaki peningkatan kualitas hidup masyarakat secara fisik,dan psikis.
Sintesis
            Salah satu indikator capaian negara dapat dikatakan berhasil salah satunya melalui pertumbuhan ekonomi serta pembangunan manusia. Pertumbuhan ekonomi ditandai proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat pembangunan manusia di suatu negara. Penilaian IPM menjadi acuan keberhasilan suatu negara dalam meningkatkan kualitas masyarakat yang ada dalam negara tersebut. Disamping itu, kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu penunjang tumbuhnya ekonomi suatu negara.
            Sebuah negara dapat dikatakan berhasil ketika mampu membangun manusia yang berkualitas serta sejahtera dan mampu meningkatkan pertumbuhan perekonomian di negara tersebut. Pemerintah memiliki peran penting dalam melaksanakan pembangunan negara dan seharusnya mampu bersinergi dengan masyarakat. Berdasarkan teori, pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan dengan IPM. Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat, IPM pun ikut meningkat. Hal ini disebabkan tumbuh tidaknya ekonomi salah satunya dipicu oleh kualitas sumber daya manusia, ditandai dengan tingkat pembangunan manusia yang tinggi. Negara maju memiliki rata-rata pertumbuhan perekonomian yang tinggi serta dikut dengan tingkat pembangunan manusia yang tinggi pula. Hal ini disebabkan adanya strategi yang inergi Kondisi seperti ini seharusnya terjadi disetiap negara, sebab menurut teori tingkat pembangunan manusia merupakan salah satu indikator untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Namun, keadaan yang terjadi di negara berkembang termasuk negara Indonesia pertumbuhan ekonomi yang dicapai ternyata diiringi dengan munculnya permasalahan tingginya jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Dalam hal ini kemiskinan adalah salah satu hasil dari pembangunan manusia di sebuah negara.
            Di Indonesia kondisi pertumbuhan perekonomian kontradiksi dengan tingkat tingkat pembangunan manusia. Hal ini terjadi ketika pemerintah kurang perlakuan seimbang terhadap perekonomian serta pembangunan manusia. Padahal, pembangunan manusia salah satu pemicu pertumbuhan perekonomian di suatu negara. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah saat ini mengalami hambatan dalam hal pelaksanaan keberhasilan pencapaian prestasi IPM adalah minimnya pengetahuan tentang pentingnya indeks pembangunan manusia, dan dipihak lain juga kurang adanya sosialisasi tentang hal tersebut, sehingga menyebabkan prestasi yang buruk, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya komponen IPM yang belum terpenuhi.
Kesimpulan dan Saran
            Sejatinya pertumubuhan ekonomi harus selaras dengan pertumbuhan  pembangunan manusia pula. Hal ini juga telah diuraikan pada bagian teori. Sebab salah satu penunjang pertumbuhan ekonomi dapat melalui kualitas sumber daya manusia yang memumpuni. Dalam hal ini, ada banyak hal yang perlu ditekankan salah satunya kesejahteraan masyarakat sehingga mampu menciptakan manusia yang berkualitas. Kesejahteraan masyarakat dapat diukur dengan tingkat kesehatan masyarakat, tingkat pendapatan serta mampu mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.
            Pemerintah Indonesia perlu mengkaji ulang langkah – langkah strategis dalam meningkatkan pembangunan manusia. Disamping meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, tingkat pembangunan manusia tidak kalah penting untuk kemajuan sebuah negara. Sehingga pemerintah harus menyeimbangkan strategi meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan pembangunan Manusia atau masyarakat Indonesia khususnya.
Daftar Rujukan
Anggoro, Heru. 2015. Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan angkatan            kerja Terhadap tingkat pengangguran di kota surabaya, Jurnal Pendidikan dan             Ekonomi 3 (3), (Online), (http:// http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id), diakses 5    Desember 2017.
Feriyanto, Nur. 2014. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Indonesia.   Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Katalog Bps. 2017. Analisis Isu Terkini 2017. (online), (https://www.bps.go.id/publikasi/ view/4759), diakses 5 Desember 2017.
Maharani, Kurnia dan Sri Isnowati. 2014.  Kajian Investasi, Pengeluaran Pemerintah,           Tenaga Kerja dan Keterbukaan Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di      Provinsi Jawa Tengah,Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), (Online) (21) (1), (Online), (http://), diakses 5 Desember 2017.
M.L Jhingan, 2008.Ekonomi pembangunan dan perencanaan, Jakarta: PT RajaGrafindo        Perada
Nurwijayanti, Nita. 2017. Pengaruh Indikator Komposit Pembangunan Manusia        Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota  Provinsi DIY,Jurnal    Pendidikan dan Ekonomi 6(6), (Online), (Http:// journal.student.uny.ac.id),    diakses 5 Desember 2017.
Todaro P, Michel. 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan, Jakarta : Erlangga

Friday, February 9, 2018

KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK SEKTOR INFORMAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA

PENDAHULUAN
Ekowisata Merupakan suatu kegiatan di bidang usaha dalam sektor Pariwisata yang berasal dari Sumber Daya Alam dari kawasaan konservasi, yang keberadaannya dikembangkan untuk upaya konservasi, sehingga pemanfaatannya beroentasi pada pelestarian lingkungan sekitar yang dikelola oleh masyarakat sekitar wilayah tersebut. Tanpa di pungkiri, pariwisata sebagai sumber tambahan pendpaataan negara yang berperan aktif dalam aspek mengembangkan perekonomian di Indonesia secara lebih bagus lagi. Menurut Sharpley (1997, dalam chuang 2010 ) yakni ekowisata dalam pariwisata di daerah pedesaan dan daerah terpinggir harus mempunyai beberapa karakteristik khusus yang dapat berupa budaya tradisional, budaya dalam pertanian , pemandangan alam, dan gaya hidup yang dinamis. Menurut Fennell (2003) Ekowisata berperan penting sebagai sebuah bentuk berkelanjutan dari segala sumber daya alam, yang dikelola pada fokus pertama pada pengalaman dan pembelajaran mengenai alam, yang dikelola dengan meminimalisir suatu keadaan dari dampak yang terjadi, beorentasi lokal (kontrol keuangan, modal).
Berkaitan dengan kebijakan pemerintah di sektor ini sangat berpengaruh terhadap laju perkembanagan dan pertumbuhan perekonomian di sektor ekowisata ini. Sektor informal sendiri merupakan bagian dari pemberdayaan perekonomian suatu masyarakat yang berfungsi untuk penyangga dalam pertumbuhan dan perkembangan dalam sistem ekonomi. Keberadaan sektor informal ini sangat meyerap tenaga kerja dalam jumlah yang sanagt signifikan dan menambah akan pendapatan PDB pemerintah pusat. Menurut Kuncoro (2003:386) Pembinaan usaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningktakan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun, Dalam perkembangan usaha tersebut sering kali menghadapi permaslaahan-permasalahan seperti halnya tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Jika kita lihat lebih spesifiknya lagi, kendala utamanya ini adalah kelemahan dalam memperoleh peluang di masyarakat. Juga iklim yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan.
Menurut Asis (2016)  Kebijakan pemerintah untuk penanganan sektor informal sendiri antara lain dari sektor  masalah legalitas, jaminan keamanan yang harus dikondisiskan berhubungan sektor informal sendiri rentan akan adanya tindak kekerasan dan kejahatan .Selain itu pemerintah di upayakan untuk melakukan pengayoman secara berkala kepada semua lingkup,serta keadaan birokrasi yang sederhana dengan biaya yang murah.

PEMBAHASAN-TEORI
Besarnya tingkat di sektor informal ini merupakan sektor yang paling penting dalam kegiatan perekonomian dan perkembangannya mampu sebagai pengaman bagi perekonomian jika sewaktu waktu terjadi kondisi yang memperburuk keadaan. Menurut Harta (2012 dalam Manning 1995) Merebaknya sektor informal ini dapat kita lihat dari ketidak lepasan dari fenomena urbanisasi yang dan sektor industrialisasi di perkotaan. Yang ditandai oleh pembangunan yang mengutamakan perkotaan(urban bias) telah mengakibatkan jurang pemisah yang bertambah lebar antara kondisi perekonomian di perkotaan dan pedesaan. Dalam konteks keberadaannya, sektor informal ini meski menyumbang banyak alternatif untuk mengangkatperekonomian tpi nyatanya masih adanya kesenjangan terhadap sektor ini, apabila kebijakan pemerintah tidak ikut andil dalam penentasan masalah klasik di sektor  informal ini.
Harta (2012 dalam Rachbini 1994) kendala kebijakan pemerintah dalam mengkondisikan dan membangun sektor informal secara menyeluruh anatara lain.
a) Kurangnya masyarakat tentang pengetahuan deskriftis dan  analisis mengenai berita dimana jenis lapangan pekerjaan , unit dari lini pekerjaan, area cakupan kawasan kegiatan ekonomi informal ini
b) Kurangnya mobilitas kekuasaan dari sistem birokrasi yang menangani langsung di daerah pedesaan, pinggiran kota, dan pemukiman kumuh yang sering digeluti oleh para pelaku-pelaku pekerja informal yang sangat banyak.
c) Kurangnya bekal pekerja tentang teknologi baru yang seharusnya mampu mengetahui tentang segala sesuatu kegiatan terkini di sektor informal ini.
d) Pembuatan peraturan yang kaku serta tidak luwes dalam sektor iformal ini, menyebabkan peaku di sektor informal ini memiliki kerentanana yang tinggi dari sisi ekonomi
e) Lemahnya akses ke lembaga keuangan bagi mereka yang kekurangan modal dalam mengembangkan usaha mereka
Menurut Ilyas(2013) Sektor Informal suatu bidang usahayang mana segala persamaan dan perbedaannya sering dipertukarkan dengan sebutan kesempatan kerja yangcdicciptakancsendiri,ekonomi bawah tanah, ekonomi dari kegiatan pasar ilegal.  Akan tetapi perolehan pendapatan dalam sektor informal ini bervariasidan tidak terbukti secara empiris jika pendapatan sektor infomal lebih rendah dari pada sektor formal. Sektor Informal Produktifitas sektor informal ini dipengaruhi oleh persebaran penduduk di suatu wilayah yang berpengaruh terhadap produktifitas sektor informal. Seperti contoh daerah disekitar kawasan ekowisata yang mengarah pada destinasi pariwisata, akhrinya permintaan para wisatawan lokal dan asing berbondong bondong berkunjung ke daerah ekowisata tersebut. Pada akhirnya permintaan terhadap suatu barang dan jasa akan meningkatkan produktivitas mereka untuk memenuhi kebutuhan dari barang dan jasa yang ada disekitar wilayah itu. Kelebihan-kelihan di sektor informal ini selain sebagai penopang pendapatan negara tetapi ada beberapa hal yang dimiliki di sektor informal ini , antara lain .
a)     Daya tahan
Dalam sektor informal ini faktor permintaan di pasar output dan faktor penawarannya merupakan kunci utama dalam mempertahankan sektor informal ini. Bisa dikatakan jika dilihat dari sisi permintaan, jika terjadi krisis ekonomi dalam masyarakat, dari awalnya membeli barang-barang impor ke barang-barang buatan informal. Dari segi penawaran akibat banyaknya orang yang diphk, suplai tenaga kerja ke sektor informal akan meningkat. Oleh sebab itu para pekerja di sektor informal ini cukup tahan karena dengan motivasi tingginya berwirausaha demi berlangsungan hidupnya
b)    Padat Karya
Sektor Informal khususnya di daeah ekowisata ini menghasilkan produk-produk barang yang sangat inovatif dan beraneka ragam bentuk dan pilihan warnanya. Usaha kecil ini bersifat padat karya. Selain itu persediaan tenaga kerja di Indonesia yang sangat banyak  menyebabkan pemberian insentif upah itu sangat murah
c)     Keahlian Khusus yang bersifat Tradisional dan turun menurun
Keunggulan dari sektor informal ini bisa terlihat dari jenis keahlian mereka yang sangat sederhana, bisa dikatakan turun temurun dari generasi ke generasi selanjutnya.Akan tetapi, hal ini yang terbukti bisa membuat mereka bertahan hingga sekarang dengan adanya sedikit bekal yang dimiliki di sektor informal tersebut. Tapi meskipun begitu itu semua harus diperbaiki sehinggamenciptakan daya saing lebih bagus dari sebelumnya.
Berikut beberapa perbedaan dan persamaan yang dilihat daritinjauan karakteristik antarasektor informal dan formal , Menurut Ilyas (2013:95) . sebagai berikut
Aspek Kegiatan
Sektor Informal
Sektor Formal
Permodalan
kecil
Menengah hingga besar
Perencanaan usaha
Beberapa sambil jalan
Ada dan terus menerus
Pengakuan negara
Tidak ada/kecil
diakui
Pemberi izin
RT/RW/tetangga usaha
Negara
Pendidikan Formal
Tidak Begitu diperlukan
Sangat diperlukan
Ketrampilan
Tidak berasal dari lembaga formal/alamiah
Berasal dari lembaga formal
Omset/keuntungan produksi
Tidak tentu dan sulit diprediksi
Tidak tentu tpi dapat diprediksi
Jumlah Karyawan
Tidak tentu
Lebih dari 5 orang
Bidikan pasar
Kelas bawah,menengah,atas
Kelas bawah, menengah ,hinga atas
Hubungan kerja
Kekeluargaan dan saling percaya
 Berdasarkan kontrak yang telah disepakati antara 2 2belah pihak
Jenis Usaha
Mudah dimasuki oleh pendatang baru
Sulit dimasuki,karena kualifikasi yang sangat ketat
Kontribusi
Relati sedikit
Lua dan permanen

Sektor Informal dalam upaya pemberdayaan ekowisata ternyata masih adanya konflik-konflik anatar pedagang di ekowisata sendiri. Dalam kegiatannnya diwilay ah ekowisata ini pemberdayaan masyarakat mandiri merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat dalam sektor informal tersebut. Umumnya faktor yang paling berpengaruh yakni pada sisi lokasi tempat usaha yang merupakan tingkat perkembangan usaha. Dimana jika suatu tempat yang digunakan untuk usaha itu, semakin strategis tempat dengan pihak-pihak konsumen dan area yang sering dikunjungi oleh pengunjung, maka semakin besar perkembangan usaha tersebut dari segi penjualannya. Disisi lain hal ini akan menjadi permasalahan serius bagi pemerintah dalam pengadaan pengambilan kebijakan pengaturan tempat . Perlu kita lihat kondisi sekarang ini keberadaan sektor informal justru membuat kemacetan yang merajalela , penataan wilayah yang semawrut.
Muzakir (2014:15) Hasil data yang diperoleh dari hasil tabulasi hasil skoring persepsi responden bahwa dari responden yang menyatakan tanggapannya tentang kondisi sektor informal dalam mempengaruhi peran perekonomian di Indonesia ini menyatakan 76% (38 orang) dari jumlah responden keseluruhan yakni sekitar 50 orang, mengatakan pendapatmaya behwa mereka tidak disediakan tempat khusus , sedangkan dari 24%(12 orang) mereka disediakan tempat khusus untuk sekedar melakukan kegiatan usaha disektor informal. Menurut Muzakir (2010:14) Analisis permasalahan usaha di sektor informal ini bersumber dari dua hal pokok yang menjadi sangat krusial sekali. Faktor-faktor tersebut yakni
1)    Faktor Internal dari pelaku usaha sektor informal itu sendiri
2)    Faktor eksternal yang terkait kebijakan pemerintah dalam melakukan usaha kecil dalam sektor informal tersebut. Yakni tentang ketrampilan dalam berusaha, perilaku konsumtif para masyarakat. Kebijakan pemerintah dalam pembinaan usaha kecil hinga kini sebagian besar belom tersentuh dalam memperoleh pembinaan dari pihak-pihak terkait akan kegiatan tersebut
Upaya kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan sektorinformal dalam mengembangkan lingkup ekowisata agar berkembang dengan pesatyakni sebagiberikut
1)    Penyediaan Tempat Usaha
Peran pemerintah didalam pendistribusaian lapak /tempat kerja di sektor infoprmal ini paling banyak diharapkan para pelaku informal, Analisis data dari Muzaki (2014) menunjukkan 32% pekerja sangat memeprlukan lapak tersebut, 24% pekerja tidak memerlukannya lapak yang digunakan untuk kegiatan berjualan sesuai dengan keinginanya,22 % pekerja sangat tidak menghjarapkan adanya alokasi tempat untuk membuka usaha,16% pekerja masih memerlukan , dan 6% pekerja lain memilih untuk netral saja.
2)    Pengelolaan Kegiatan dalam suatu  Manajemen Usaha
Para pekeja disektor informal yang rata-rata usaha dari turun temurun dari keluarga ataupu dari inisiatif untuk berwirausaha sendiri nyatanya sekarang ini mereka perlu adanya kebijakan intensif dari pemerintah. Peran Pemerintah dalam kebijaka ini Menurut Muzakir (2014) dari analisis data yang telah dikumpulkannya sekitar 55% para pekerja disektor informal tidak  butuh peran pemerintah untuk mengembangkan usahanya Sedangkan  25% dari analisis data yang didapatkan, pekerja sektor informal ini masih perlu dukungan dari kebijakan pemerintah tentang kemajuan perkembangan usahanya. 12% selanjutnya pekerja tidak membutuhkan karena mereka memiliki modal sendiri yang mampu mengembangkan usahanya. 8% Pekerja ini sangat perlu adaya pemberdayaaan intensif dari pemerintah terhadap kebijakan sektor informal tersebut.
3)    Perlindungan dalam usaha dan Bantuan Peralatan
Hal satu ini yang sering kali menjadi kendala dalam berkembangnya kegiatan di sektor informal. Sehingga dari sisi pemerintah sudah melakukan suatu upaya dimana diantaranya melakukan perlindungan usaha terhadap status usahanya. Muzakir (2014) Banyak masyarakt yang memiliki semangat berwirausaha tpi mereka terkendala oleh sektor permodalan dan payung hukum tentang status dan tempat usaha mereka yang selalu mereka geluti. Para pekerja sektor pinggiran kebanyakan mereka kesusahan dalam memperoleh pinjamaan kredit. Kebijakan pemerintah harus ditekankan dalam memfasilitasi masyarakat dari segi informal guna memperoleh dengan lancar sistem pengkreditan usaha secara intensif. Program pemberdayaan masyarakat merupakan cara efektif untuk memberikan daya guna motivasi dalam mengembangkan pilihan usahanya terrsebut. Terlebih lagi semakin majunya zaman, semakin banyak pula permintaan konsumsi masyarakatnnya.
Kegiatan ekowisata yang dari tahun ketahun mengalami peningkatan secara signifikan. Menurut Dhayita (2014) Potensi Ekowisata memiliki konsep berbasis masyarakat dimana segala aspek dalam kegiatan penyelenggaraannya ekowisata tersebut dengan adanya campur tangan masyarakat diharapkan dapat menjadikan pengelolaan pemberdayaan kondisi masyarakat sekitar. Seperti yang kita ketahui sebagian dari masyarakat tersebut kurang memiliki cukup kawasan di sektor ekowisata tersebut.  Seperti halnya masyarakat yang sangat tidak peduli dengan perkembangan potensi yang ada guna dikembangkan lebih baik lagi. Kegiatan masyarakat dalam konstribusi di ekowisata sendiri seperti halnya petugas parkir, pengusaha warung, dan masih banyak lagi kegiatan yang sifatnya hanya sebagai pelengkap saja. Menurut fitri (dalam Hutabarat 1992) Pernanan pariwisata  sangat berguna bagi perkembangan ekonnomu terutama sebagai sumber devisa negara, peranan sosial sebagai suatu kegiatan yang dapat menyerap tenaga kerja dengan penciptaan lapangan pekerjaan baru. Menurut fitri (2006) analisis peranan pariwisata terhadap PDB sendiri itu dalam sektoral tahun 2000 ini sekitaran Rp 106.92 triliun dari jumlah total PDB nasional sebesar7,85 persen.  Permintaan akhir di sektor pariwisata jika setiap tahunnya mengalami peningkatan, maka output di dalam sektor perekonomian akan meningkat seiring efek pengganda yang bisa di analisis. Sedangkan jika penurunan kerentanan  sektor ini diakibatkan oleh ketergantungan impor, maka output sektor wisata ini semakin menurun karena output tersebut sangat bergantung pada impor .
Menurut fitri(2006)Dalam teori analisis pengganda atau analisis efek multiplier ada dua jenis tipe yang digunakan untuk melihat keberadaan variabel endogen dalam perubahan varibel eksogen. Teori Ini dibagi menjadi efek multiplier 1 dan Multiplier 2. Multiplier 1 sendiri merupakan perubahan yang terjadi jika dalam kenaiakan varibel eksogen tersebut mengalami peningktan satu satuan dengan variabel endogen ,maka perubahan itu akan terjadi di seluruh sektor dan perekonomian akan meningkata sebesar total nilai tersebut.  Sedangakan dalam teori multipler ke 2 ini diperoleh dari kebalikan dari karakteristik Leontif yang memiliki efek tertutup. Nilai dari Multiplier ke 2  ini akan terjadi jika kegiatan dalam sektor pariwisata itu mengalami kenaikan variabel eksogen, maka variabel endogen akan menjadi efek yang cukup signifikan meningkat. Dan setelah itu, hal ini terjadi karena adanya karakteristik induksi dari rumah tangga tersebut.
SINTESIS & KRITIK
Pengembangan tentang ekowisata dengan adanya tindakan dari kebijakan pemerintah di sektor informal akan mendukung perkembangan di sektor ekowisata sendiri . Dari hal tersebut, sebenarnya bisa kita lihat bahwa karakteristik dari ekowisata sendiri yang merupakan upaya untuk pemanfataannya daya guna dari sektor alam yang di gabungkan dengan peran masyarakat dalam unsur pelaksanaan kegiatan tersebut. Ekowisata sendiri  jika kita lihat sangat berpengaruh besar dalam pengyumbangan pendapatan daerah. Mayoritas ekowisata sekarang ini masyarakat yang ada didaerah daerah pinggiran belom mampu tanggap dengan cepat dengan perkembangann teknologi yang sekarang. Seperti contoh , disuatu wilayah memiliki potensi wisata yang mungkin jika dipemberdayakan akan menjadi objek wisata yang dapat menarik minat wisatawan lebih banyak. Terlepas dari itu semua, dalam teori efek pengganda pendapatan di sektor ekowisata akan berpenagruh pada pengambilan kebijakan ekonomi yang diambil oleh pemrintah. Dimana pengembangan ekowisata sendiri dapat dilakukan dengan cara meningkatkan usaha dalam pemasarkan secara publik,online, dan antar sesama kerabat sekitar. Promosi yang dilakukan ini untuk meningkatkan kedatangan wisatawan .
 Dengan adanya peningkatan perkembangan di sektor ekowita tersebut, diharapkan di kawasan tersebut, adanya unsur perbaikan dalam berbagai pelayanan dan fasilitas yang terdapat di kawasan tersebut. Wilayah ekowisata menjadikan sentral pokok bagi pekerja informal disana. Sektor Informal yang ada di kawasan tersebut selayaknya mendapatkan perhatian khusus dari peran pemerintah di sana. Kebijakan pemerintah tentang adanya relokasi tempat usaha kurang mendapatkan respon baik dari pihak yang terlibat. Permasalahan ini terjadi karena adanya informasi yang kurang dan para pekerja informal kurang dilibatkan dalam proses perencaannya. Karakteristik dari kebijakan pemerintah di sektor informal sendiri harus perlu ditingkatkan kembali guna memperbaiki hubungan positif dari kegiuatan di sektor informal. Kegiatan informal di alam sektor ekowisata sendiri merupakan bentuk dari ekonomi kerakyatan, dimana hal tersebut harus dikembangkan secara bertahap dan dilakukan adanya penataan, pembinaan yang terpadu untuk menciptakan iklim kesejahteraan dalam masyarakat sebagaimana hasilnya untuk pembangunan daerah ekowisata tersebut.Kegiiatan seperti pelatihan, pendampingan didalam sektor informal sangat diperlukan guna mendukung strategi dari ekowisata itu sendiri dalam pemanfataan kawasan yang mjemiliki potensi wisata.Mayarakat harus dibekali dengan pengetahuan yang menyeluruh terhadap kondisi sekarang yang dapat membantu untuk mengembangkan usaha mereka. Pemerintah seharusnya juga turut aktif dalam menyediakan informasi dari sektor ekowisata tersebut, kepada sektor informal terkait perkembangan pasar yang berasal dari area nasional maupun internasional.
KESIMPULAN & SARAN
Dengan adanya kebijakan pemerintah di sektor informal memiliki dampak-dampak postif dan negatid terhadap perkembangan ekowisata Ekowisata sendiri merupakan pemanfaatan daerah yang dialkukan oleh masyarakat sekitar yang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan daerah dan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Asis (2016)  Kebijakan pemerintah untuk penanganan sektor informal sendiri antara lain dari sektor  masalah legalitas, jaminan keamanan yang harus dikondisiskan berhubungan sektor informal sendiri rentan akan adanya tindak kekerasan dan kejahatan .Selain itu pemerintah di upayakan untuk melakukan pengayoman secara berkala kepada semua lingkup,serta keadaan birokrasi yang sederhana dengan biaya yang murah. Harta (2012 dalam Rachbini 1994) kendala kebijakan pemerintah dalam mengkondisikan dan membangun sektor informal secara menyeluruh anatara lain.
a) Kurangnya masyarakat tentang pengetahuan deskriftis dan  analisis mengenai berita dimana jenis lapangan pekerjaan , unit dari lini pekerjaan, area cakupan kawasan kegiatan ekonomi informal ini
b) Kurangnya mobilitas kekuasaan dari sistem birokrasi yang menangani langsung di daerah pedesaan, pinggiran kota, dan pemukiman kumuh yang sering digeluti oleh para pelaku-pelaku pekerja informal yang sangat banyak.
Dengan adanya peningkatan perkembangan di sektor ekowita tersebut, diharapkan di kawasan tersebut, adanya unsur perbaikan dalam berbagai pelayanan dan fasilitas yang terdapat di kawasan tersebut. Wilayah ekowisata menjadikan sentral pokok bagi pekerja informal disana. Sektor Informal yang ada di kawasan tersebut selayaknya mendapatkan perhatian khusus dari peran pemerintah di sana. Kebijakan pemerintah tentang adanya relokasi tempat usaha kurang mendapatkan respon baik dari pihak yang terlibat.

DAFTAR RUJUKAN
Kuncoro.Mudrajat.2003. Ekonomi Pembangunan., Teori,Masalah,dan Kebijakan. Yogyakarta: AMP YKPN
Abidin.Said.2016. Kebijakan Publik. Jakarta: Salemba Empat
PKAI. 2007. Kajisn Kebijakan Pengelolaan Sektor Informal Perkotaan di Beberapa Negara ASIA.(Online).Dari http://ppid.lan.go.id/wp-content/uploads/2014/10/ES-Kajian-Kebijakan-pengelolaan-sektor-informal-perkotaan-dibeberapa-negara-asia-2007.pdf). Diakses 27 November 2017
Ilyas.Rolis.2013. Sektor Informal Perkotaan dan Ihtiar Pemberdayaannya. Jurnal Ssosiologi Isla, Vol. 3, No.2 Oktober 2013 ISSN:2089-0192. Diakses 27 November 2017
Sulistyo Hartati. 2012. Dileme Keberadaan Sektor Informal. Komunitas 4 (2) (2012) :200_209.(Online): Dari http://journal.unnes.ac.id/nju./index.php/komunitas. Diakses 27 November 2017
Rukti Dhayita. 2014. Potensi Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Kawasan Rawa Pening, Kabupaten Semarang. Journal Teknik PWK Volume 3 Nomor I2014.(Online): http://ejournal-sI.undip.ac.id/Indekx.php/pwk. Diakses 27 November 2017
Surwiyanta Ardi. 2003. Dampak Pengembangan PARIWISATA Terhadap Kehidupan Sosial Budaya dan Ekonomi. Media Wisata Vol 2 No.1 . (Online): http:// amptajurnal.ac.id/index.php/MWS/article/ViewFile/72/71. Diakses 27 November 2017