Please leave a comment

Wednesday, March 28, 2012

Paul Robin Krugman and the New Economic Geography


            Paul Robin Krugman, peraih nobel ekonomi di tahun 2008, lahir di Long Island, New York pada 28 Februari 1953. Di Amerika Serikat, ia dikenal sebagai Political Columnist karena ia mengisi kolom di koran The New York Times dua kali seminggu (mulai tahun 2000) yang berisikan kritikan pedas terhadap keadaan dunia politik ekonomi di Amerika Serikat saat itu.
            Pemikiran-pemikirannya didasari oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Presiden George W. Bush pada saat itu. Diantaranya ketika ia membeberkan data-data tentang kebijakan yang menyebabkan inflasi membumbung tinggi dan memang data yang ia sajikan tidak bisa terbantahkan. Kritikan paling pedasnya adalah terhadap kebijan luar negeri yang menyebabkan Irak porak-poranda. Ia memaknai perang tersebut sebagai pemangkasan pajak yang dilakukan Presiden Bush.
            Pada tahun 2005-2006, ketika perekonomian AS yang “katanya” pada saat itu mengalami peningkatan  yang signifikan ia pun tidak mengendurkan kritikannya. Ia menyebut bahwa perekonomian yang melaju kencang pada saat itu hanya dirasakan oleh segelintir kalangan. Ini terbukti dengan jajak pendapat yang dilakukan olehnya, yang berkesimpulan bahwa bagi kebanyakan masyarakat AS, perekonomian AS hanya dalam keadaan yang sedang-sedang saja. Hal tersebut, menurut Krugman, terjadi karena tingkat gaji yang terseok oleh harga yang terus melambung. Jurang perbedaan gaji antara kelas-kelas masyarakat yang semakin dalam memunculkan fenomena peningkatan kaum miskin. Meskipun perekonomian mengalami pertumbuhan yang tinggi secara umum, sebenarnya hal tersebut disebabkan ,salah satunya, oleh jurang perbedaan tersebut di atas. Laba korporasi yang terus meningkat menyebabkan para CEO-nya mendapat gaji yang berlipat-lipat dibandingkan yang diterima para pekerja.
            Masih menurut Krugman, sebenarnya isu-isu ekonomi yang dihembuskan para ekonom yang pro-pemerintahan untuk menghibur masyarakat adalah sebuah kebohongan, hanya mitos belaka.
Yang pertama adalah ketimpangan ekonomi masalah kemiskinan. Menurut para pakar tersebut, pertumbuhan ekonomi sudah dinikmati mayoritas masyarakat dan hanya segelintir masyarakat saja yang belum menikmati dan untuk itu masyarakat golongan menengah akan berkorban untuk segelintir masyarakat tersebut. Namun sebenarnya, menurut Krugman, itu merupakan suatu kebohongan, karena pada kenyataannya justru hanya segelintir masyarakat kelas atas-lah yang menikmati pertumbuhan tersebut.
Yang kedua adalah ketimpangan ekonomi masalah pendidikan. Menurut Alan Greenspan, mantan Chairman The Fed, mengatakan bahwa sebagian besar kenaikan gaji dinikmati oleh kalangan profesional berpendidikan tinggi. Sedangkan untuk mereka yang berpendidikan tidak terlalu tinggi, terjerat pekerjaan rutin yang kemudian menciut karena perkembangan teknologi informatika. Namun kenyataannya, menurut Krugman, masyarakat yang berpendidikan tinggi tidak jauh berbeda dengan yang berpendidikan tak terlalu tinggi. Artinya, pendidikan tidak menjamin kehidupan ekonomi seseorang.
Yang ketiga adalah pendapat para pakar bahwa ketimpangan ekonomi bukanlah masalah besar. Pandangan tersebut didasari pengertian bahwa Amerika Serikat adalah negara yang memungkinkan siapa saja dapat menjadi masyarakat kelas atas. Kenyataanya, hanya sedikit cerita tentang kesuksesan seseorang. Bahkan lebih mudah menjadi sukses di negara maju lain selain Amerika Serikat.
Dalam menanggapi ketimpangan-ketimpangan tersebut, Krugman mengemukakan dua teorinya, yaitu tentang International Trade & Economic Geography.
International Trade atau perdagangan bebas selama 2 abad mengikuti pandangan David Ricardo. Bagi Krugman, teori comparative advantage yang diciptakan oleh David Ricardo pada abad ke-19, tidak lagi dapat menjawab fenomena perdagangan internasional pada saat ini. Ricardo yang menyempurna-kan teori absolute advantage Adam Smith, menyatakan bahwa tiap negara perlu mencari spesialisasi produksinya agar proses ‘barter’ terjadi dan pendapatan negara meningkat. Lebih lanjut Krugman mengungkapkan bahwa dalam faktanya, perdagangan dunia abad 20 dan 21 didominasi hanya oleh segelintir negara yang ternyata memperdagangkan produk yang sama. Krugman menjelaskan bahwa perdagangan Internasional pada saat ini didasari permintaan terhadap variasi meskipun produknya sama. Hal itu menguntungkan kedua belah pihak karena bisa memperluas jangkauan global.
Dalam Economic Geography, Krugman menjelaskan tentang terjadinya
konsentrasi populasi di sebuah wilayah. Krugman mengungkapkan bahwa ada kecenderungan pekerja bermigrasi ke wilayah pusat pekerja terbesar yang akhirnya akan menciptakan variasi produk yang sangat beragam. Dengan kata lain, konsentrasi terjadi dalam hal barang dan jasa yang diproduksi maupun lokasi barang tersebut dibuat.
Dalam menjelaskan aglomerasi tersebut, Krugman menggunakan prinsip Increasing Returns. Faktor pembentuk increasing returns tersebut adalah kombinasi economies of scale dan penurunan biaya transportasi. Biaya transportasi (minimal untuk mencapai konsumen) yang lebih murah akan memicu self-reinforcing process di mana populasi metropolitan yang tumbuh akan meningkatkan skala produksi, gaji riil, dan keragaman pasok barang. Hal ini pada gilirannya akan merangsang migrasi penduduk lebih lanjut ke kota. Ujng-ujungnya, menurut teori Krugman ini, akan terbentuk kawasan inti yang hi-tech dan terurbanisasi, dan kawasan pinggiran yang kurang berkembang.

*Muhammad Hasyim I.A. 




0 comments

Post a Comment